1810. MASALAH MENETAPI JANJI

Foto: MUDANEWS.COM


Pertanyaan:
Mau nanya guru² di sini. Apabila seseorang berjanji sesuatu tapi tak ditepati, itu sudah termasuk golongan orang munafik ga? Terus, apa ada kafaratnya supaya janji itu melebur begitu saja?
🙏🏻🙏🏻🙏🏻
[Ahmad H]

Jawaban:
Pertama: 
Menepati janji merupakan perbuatan yang sangat ditekankan dalam Ajaran Islam. Apakah menepati janji wajib? Menurut Syekh Bakri Syata Dimyathi menepati janji anjuran yang ditekankan dan tidak menetapi janji hukumnya makruh. Meskipun demikian, ada juga pendapat yang mengatakan menetapi janji hukumnya wajib dan berdosa bila tidak dilakukan, ini menjadi pendapat Imam Subki.

Kedua: 
Terlepas dari hukum menetapi janji seperti diatas apakah orang yang tidak menepati janji termasuk orang munafik?

Banyak hadits Nabi mengecam perbuatan berjanji tetapi tidak ditepati, bahkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam sendiri menyebutkan itulah salah satu ciri orang munafik. Namun demikian, menurut imam Ghazali hadits tersebut ditujukan pada orng yang berjanji dan ia berniat untuk mengingkari atau ia tidak menepati janji tanpa udzur adapun orng yang berniat menepati hanya saja ia tidak bisa menepatinya karena suatu sebab maka ia tidak termasuk munafik. Kendatipun dirinya terkena gambaran orang munafik. Karena itu sebisa mungkin kalau kita berjanji berusaha menetapi janji agar tidak terkena sifat orang munafik. Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita jangan gampang-gampang dengan janji akhirnya tidak ditepati dan akibatnya dari pergaulan sesama manusia sulit kita dipercaya. Harusnya kalau terpaksa berjanji ucapkan insya Allah, seperti "Besok kita ketemu di pantai", "insya Allah" jawabnya. Karena kita tidak tahu urusan kedepannya gimana makanya serahkan semuanya kepada Allah, alangkah baiknya juga dengan menjawab "Insya Allah kalau tidak ada halangan", sebab manusia hanya bisa merancang tetapi siapa tahu hari besok ada halangan meskipun kita sudah yakin besok tidak ada urusan. 

Makanya kalau sudah terjadi berjanji tetapi ada belum ditepati baik ada udzur apalagi disengaja hendaknya minta maaf dan minta halal.

Wallahu A'lam

Ibarat :

- Kitab Hasyiyah I'aanah at Thoolibiin Juz 3 Halaman 154 :

ويتأكد أيضا استحباب وفاء الوعد، قال تعالى: * (وأوفوا بعهد الله إذا عاهدتم) *، وقال: * (يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود) *، وقال: * (وأوفوا بالعهد إن العهد كان مسؤولا) * ويتأكد كراهة إخلاف الوعد. 
قال تعالى: * (يا أيها الذين آمنوا لم تقولون مالا تفعلون؟ كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون) * وروى الشيخان خبر: آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا ائتمن خان زاد مسلم في رواية: وإن صام وصلى اللهم بجاه سيدنا محمد - صلى الله عليه وسلم - اهدنا لأحسن الأخلاق فإنه لا يهدي لأحسنها إلا أنت، واصرف عنا سيئها فإنه لا يصرف عنا سيئها إلا أنت، آمين 

- Kitab Tarsyih Al Mustafidiin Halaman 263 :

(تتمة) أجمعوا على أنّ الوفاء بالوعد في الخير مطلوب وهل هو مستحبّ أو واجب ذهب الثلاثة الى الاوّل وإنّ في تركه كراهة شديدة وعليه أكثر العلماء, وقال مالك إنّ اشتراط الوعد بسبب كقوله تزوّج ولك كذا ونحو ذلك وجب الوفاء به وإن كان الوعد مطلقا لم يجب اه. رحمة, وإختار وجوب الوفاء بالوعد من الشافعيّة تقي الدّين السبكي كما مرّ ذلك في البيع في بيان بيع العهدة اه.

- Kitab Ihyaa' 'Ulumiddiin Juz 3 Halaman 133 : 

وَكَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ لَا يَعِدُ وَعْدًا إِلَّا وَيَقُولُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَهُوَ الْأَوْلَى 
ثُمَّ إِذَا فَهِمَ مَعَ ذَلِكَ الْجَزْمِ فِي الْوَعْدِ فَلَا بُدَّ مِنَ الْوَفَاءِ إِلَّا أَنْ يُتَعَذَّرَ فَإِنْ كَانَ عِنْدَ الْوَعْدِ عَازِمًا عَلَى أَنْ لا يفي فهذا هو النفاق 
وقال أبو هريرة قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان وقال عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خُلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَ فِيهِ خُلَّةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خاصم فجر وهذا ينزل على عَزَمَ الْخُلْفَ أَوْ تَرَكَ الْوَفَاءَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَأَمَّا مَنْ عَزَمَ عَلَى الْوَفَاءِ فَعَنَّ لَهُ عُذْرٌ مَنَعَهُ مِنَ الْوَفَاءِ لَمْ يَكُنْ مُنَافِقًا وَإِنْ جَرَى عَلَيْهِ مَا هُوَ صُورَةُ النِّفَاقِ وَلَكِنْ يَنْبَغِي أَنْ يَحْتَرِزَ مِنْ صُورَةِ النفاق أيضاً كما يتحرز مِنْ حَقِيقَتِهِ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَجْعَلَ نَفْسَهُ معذوراً من غير ضرورة حاجزة

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama