1823. HUKUM MENGKONSUMSI MAKANAN BERBAU SEPERTI JENGKOL

Foto: Islampos

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum..mau tanya yai..apakah kemakruhan memakan jengkol itu berlaku setiap waktu atau ketika mau sholat saja?
[Embun Kinara Asyafa]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Makanan semacam jengkol, Pete (petai-Melayu Riau) Bawang dan semisalnya merupakan makanan yang menimbulkan bau yang mencolok yang tidak enak. Makanan seperti ini dihukumi makruh memakannya meskipun tidak dalam rangka mendatangi shalat Jama'ah ataupun shalat Jum'at ataupun selain di masjid. Hukum ini tidak dibedakan antara yang masih mentah atau sudah dimasak, yang dinilai baunya, ketika sudah hilang baunya dengan dimasak tentu larangannya tidak lagi makruh. Demikian pula tidak makruh bila mampu menghilangkan baunya dan tidak pula orang yang tidak berkumpul dengan manusia menurut Syekh Al Islam Zakariya Al Anshari.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa larangan atau kemakruhan memakan makanan yang menimbulkan bau tidak khusus dilakukan di masjid atau hendak mendatangi masjid, tapi berlaku juga ditempat lain seperti dimakan dirumah. Berbeda menurut Syekh Al Islam Zakariya Al Anshari tidak makruh memakannya orang yang mampu menghilangkan baunya atau tidak mau berkumpul dengan manusia. Kemudian larangan tersebut tidak dibedakan antara masih mentah atau dimasak sebab dinilai baunya.

Wallahu A'lam

Ibarat :

قَوْلُهُ: (وَأَكْلِ ذِي رِيحٍ كَرِيهٍ) كَثُومٍ وَكُرَّاثٍ وَبَصَلٍ وَفُجْلٍ وَأَكْلُهَا مَكْرُوهٌ فِي حَقِّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى الرَّاجِحِ. وَكَذَا فِي حَقِّنَا وَلَوْ فِي غَيْرِ الْمَسْجِدِ، وَيُكْرَهُ دُخُولُ الْمَسْجِدِ لِمَنْ أَكَلَهَا.
نَعَمْ قَالَ ابْنُ حَجَرٍ وَشَيْخُ الْإِسْلَامِ لَا يُكْرَهُ أَكْلُهَا لِمَنْ قَدَرَ عَلَى إزَالَةِ رِيحِهَا وَلَا لِمَنْ لَمْ يُرِدْ الِاجْتِمَاعَ مَعَ النَّاسِ، وَيَحْرُمُ أَكْلُهَا بِقَصْدِ إسْقَاطِ وَاجِبٍ مِنْ ظُهُورِ شِعَارٍ أَوْ جُمُعَةٍ. وَيَجِبُ السَّعْيُ فِي إزَالَةِ رِيحِهَا وَيَجِبُ الْحُضُورُ وَإِنْ تَأَذَّى النَّاسُ بِهِ، وَيُصَلِّي مُعْتَزِلًا وَحْدَهُ. وَتَقْيِيدُ الشَّارِحِ بِالنَّيْءِ تَبِعَ فِيهِ الْجُمْهُورَ.
وَقَالَ ابْنُ حَجَرٍ وَشَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ: إنَّ الْحُكْمَ مُعَلَّقٌ بِظُهُورِ رِيحِهَا سَوَاءٌ كَانَتْ نِيئَةً أَوْ مَطْبُوخَةً أَوْ مَشْوِيَّةً.
[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٢٦١/١]

قال الشرقاوي: وأكل ذي ريح كريه لمن بالمسجد أو يريد دخوله ولم تسهل إزالته مكروه، وكذا لغيره إن وجد غيره يقوم مقامه في نحو التأدم به، ولم تتق نفسه إليه، ولم يزله قبل الاجتماع.
[سعيد باعشن، شرح المقدمة الحضرمية المسمى بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، صفحة ٣٣٣]

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Diskusi:

Artikel terkait:

Komentari

Lebih baru Lebih lama