1979. MELANGKAH KETIKA SHALAT & RUKUN KHUTBAH TIDAK TERTIB


Foto: Parboaboa


Pertanyaan:
Jum'at 14 Nov, 2025
===========

Assalamu'alaikum

Saya mau bertanya ada 2 pertanyaan :

1. Apakah melangkah dengan kaki terangkat membatalkan shalat?
2. Apa hukum tertib di rukun-rukun khutbah? 

Terimakasih.
[+62 823-1713-7563]

Jawaban:
Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh 

1. Secara terperinci memang saya tidak menemui adanya penjabaran Ulama Syafi'iyah terkait yang ditanyakan. Namun, bila dipahami dari perbuatan melangkah dalam shalat bisa membatalkan shalat maka termasuk keumuman itu karena walaupun dengan kaki terangkat sejatinya ia juga melangkah. Oleh karena itu, melangkah ketika shalat yang juga dipahami dengan gerakan saat shalat dapat membatalkan shalat bila :
• Dilakukan tiga kali lebih secara berturut-turut

• Atau dilakukan sekali tapi melampaui batas seperti meloncat memukul dengan keras

• Atau dilakukan sekali tapi diniati bergerak tiga kali

• Atau dilakukan sekali tapi bertujuan mempermainkan shalat

Bila tidak sesuai ketentuan diatas seperti bergerak sekali atau dua kali atau tiga kali secara terputus-putus atau bergerak tiga kali hanya saja dengan memakai anggauta tubuh ringan seperti pelapuk mata, lisan, kemaluan, jemari yang menggaruk dengan tidak mengikut sertakan telapak tangannya tetap (tangannya tetap, tidak ikut bergerak) maka tidak membatalkan shalat asalkan gerkannya tidak dimaksudkan untuk mempermainkan, meremehkan shalat.

(الرابع) أن يتحرك حركه واحده مفرطة أو ثلاث حركات متوالية عمدا كان أو سهوا أو جهلا
“Yang ke 4 dari hal-hal yang membatalkan shalat, bila ia bergerak dengn satu kerakan yang sangat melampaui batas atau dengan tiga kali gerakan berturut-turut baik sengaja atau lupa atau karena bodoh”. 
[Hamisy Kaasyifah As Sajaa Halaman 80].

( أو فعل ثلاثة أفعال متوالية ) بأن لا يعد عرفا كل منها منقطعا عما قبله ( كثلاث خطوات ) وإن كانت بقدر خطوة مغتفرة أو مضغات ثلاث ( أو حكات ) متوالية مع تحريك اليد ( في غير الجرب ) وكأن حرك يديه ورأسه ولو معا أو خطا خطوة واحدة ناويا فعل الثلاث وإنم لم يزد على الواحدة ( أو وثب وثبة ) ولا تكون الوثبة إلا ( فاحشة أو ضرب ضربة مفرطة ) أو صفق تصفيقة أو خطا خطوة بقصد اللعب وإن كانت التصفيقة بغير ضرب الراحتين ( بطلت ) صلاته في جميع ما ذكر ( سواء كان عامدا أو ناسيا ) لمنافاة ذلك لكثرته أو فحشه للصلاة وإشعاره بالإعراض عنها والخطوة بفتح الخاء المرة وهي المراد هنا إذ هي عبارة عن نقل رجل واحدة فقط حتى يكون نقل الأخرى إلى أبعد عنها أو أقرب خطوة أخرى بخلاف نقلها إلى مساواتها وذهاب اليد ورجوعها ووضعها ورفعها حركة واحدة أما في الجرب الذي لا يصبر معه على عدم الحك فيغتفر الحك لأجله وإن كثر لاضطراره إليه ( ولا يضر الفعل القليل ) الذي ليس بفاحش ومنه الخطوتان وإن اتسعتا واللبس الخفيف وفتح كتاب وفهم ما فيه لكنه مكروه ( ولا حركات خفيفات وإن كثرت ) وتوالت لكنها خلاف الأولى وذلك ( كتحريك الأصابع ) في نحو سبحة وحكة فلا بطلان بجميع ذلك وإن تعمده ما لم يقصد به منافاتها وإنما لم يعف عن قليل الكلام عمدا لأنه لا يحتاج إليه فيها بخلاف الفعل فيعفى عما يتعسر الاحتراز عنه مما لا يخل بها والأجفان واللسان كالأصابع وقد يسن الفعل القليل كقتل نحو الحية
“... Atau batal shalat seseorang akibat menjalani tiga pekerjaan secara berturut-turut (sekira menurut pandangan kebanyakan orang antara gerakan yang satu dan gerakan berikutnya tidak dianggap terputus) seperti tiga kali melangkah (meskipun langkah yang diampuni oleh syara’, seperti makmum dibelakang imam yang mengganti imam yang berhalangan ditengah-tengah shalat) atau tiga kali kunyahan atau tiga kali garukan berturut-turut dengan mengikutkan tangan ikut bergerak diselain kudis, dan seperti dengan menggerakkan kedua tangan dan kepalanya dengan secara bersama-sama atau bergerak dengan satu gerakan dengan diniati tiga gerakan sekaligus meski praktiknya dia hanya bergerak sekali, atau dengan melompat yang sangat, memukul keras, bertepuk tangan atau melangkah dengan tujuan bermain-main meskipun tepukan tangannya dengan tanpa menepukkan kedua telapak tangannya, kesemua yang tersebut diatas dapat berakibat membatalkan shalatnya baik sengaja atau lupa (karena menjalankannya dengan berturut-turut menafikan dan mencelakan shalat sekaligus tanda ia berpaling dari shalat....

Sedang dalam masalah kudis yang tidak dianggap bahaya dan membatalkan shalat dan diampuni menggaruknya karena adanya unsur darurat (terpaksa).Juga tidak berbahaya dan membatalkan shalat perbuatan sedikit/tidak sampai tiga kali berturut-turut asalkan perbuatan sedikit tersebut bukan karena maksud mencelakan shalat, diantara contohnya melangkah dua kali meskipun langkahnya lebar-lebar, mengenakan pakaian ringan, membuka kitab hanya saja yang demikian makruh hukumnya.Juga tidak berbahaya dan membatalkan shalat gerakan-gerakan berturut meskipun dilakuakan secara berulang-ulang yang dikerjalan dengan anggauta tubuh yang ringan seperti menggerakkan jemari semacam jari telunjuk dan dan dibuat menggaruk-garuk hanya saja hukumnya hilaaf al-Uala (menyalahi keutamaan) asalkan gerakannya tidak dimaksudkan untuk mengerjalkan hal-hal yang menaikan shalat, dibedakan antara hukum berbicara sedikit dalam shalat yang berakibat batalnya shalat dengan hukum bergerak sedikit dalam shalat yang berakibat hukum diampuni dan tidak membatalkan shalat karena pembicaraan dalam shalat tidak dibutuhkan sedang bergerak dalam shalat hal yang sulit dihindari karenanya asalkan masih tergolong sedikit maka diampuni, dan pelapuk mata, lisan gerakannya seperti gerakan jemari tangan bahkan terkadang justru disunahkan menjalani perbuatan sedikit dalam shalat seperti saat membunuh semacam ular”. 
[Al-Minhaj al-Qawiim I/248-249].

لا ) تبطل ( بحركات خفيفة ) وإن كثرت وتوالت بل تكره ( كتحريك ) أصبع أو ( أصابع ) في حك أو سبحة مع قرار كفه ( أو جفن ) أو شفة أو ذكر أو لسان لأنها تابعة لمحالها المستقرة كالأصابع
“Dan tidak batal shalat akibat gerakan-gerakan ringan meskipun banyak dan berulang-ulang namun hukumnya makruh seperti gerakan jari atau jemari saat menggaruk dengan syarat telapak tangannya tetap (tidak ikut bergerak) atau gerakan pelupuk mata, bibir, zakar atau lisannya karena kesemuanya masih mengikuti (menempel dengan tidak bergerak) pada tempat pokoknya yang diam dan kokoh seperti halnya jari-jemari”. 
[Hamisy I'aanah At Thaalibiin I/215]

2. Sebagaimana disaksikan dan sudah berlaku memang ada khathib ketika menyampaikan atau membaca rukun khutbah khususnya khutbah Jum'at tanpa tertib yakni tidak sesuai urutannya. Dalam Madzhab Syafi'i berpijak pada pendapat yang Mu'tamad dan banyak diungkapkan oleh Ulama Syafi'iyah tertib bukanlah sebuah syarat keabsahan khutbah tapi hanya kesunahan, berbeda menurut Imam Rafi'i dan Imam Al Mawardi. Oleh karena itu, bila ada khathib menyampaikan khutbah ketika membaca rukunnya tidak tertib seperti wasiat taqwa dulu baru shalawat Nabi dan sebagainya khutbahnya sah berpijak pada pendapat yang dapat dijadikan sandaran, tapi berpijak pada pendapat Imam Rafi'i dan Imam Al Mawardi maka tidak sah karena menurut keduanya Tertib merupakan syarat khutbah Jum'at. Maka seyogyanya bagi kalian (penanya atau umumnya membaca keterangan ini) ketika khutbah menyampaikan rukun khutbah dengan secara tertib demi menjaga khilaf Ulama.

وترتيب أركانهما الثلاثة الأول على ما اعتمده الرافعي، والمعتمد سنة.
“Dan tertib rukun-rukun kedua khutbah yang tiga pada khutbah pertama (juga merupakan syarat keabsahan khutbah) menurut pendapat dipedomani oleh Ar-Raafi'i, sedangkan pendapat yang Mu'tamad tertib rukun-rukun khutbah adalah sunah”
[Busyral Kariim II/8]

ويندب أن يرتب الخطيب الاركان الثلاثة، وما بعدها، بأن يأتي أولا بالحمد، فالصلاة، فالوصية، فبالقراءة، فبالدعاء.
(ويندب أن يرتب الخطيب الخ) وإنما لم يجب لحصول المقصود بدونه وقال بالوجوب الرافعي والماوردي وقوله وما بعدها أي وما بعد الأركان الثلاثة من القراءة والدعاء
“Disunahkan khathib Tertib menyampaikan rukun khutbah yang tiga dan sesudahnya seperti yang pertama disampaikan Pujian, Shalawat Nabi, Wasiat taqwa, Qiraah lalu doa.

(Keterangan Pengarang "Disunnahkan khathib tertib menyampaikan rukun khutbah,dst") Dan tidak wajib karena tetap diperoleh maksud dengan tanpa nya. Yang berkata wajib adalah Ar-Raafi'i dan Al-Mawardi.

Keterangan beliau "Dan yang sesudahnya" yakni sesudah rukun khutbah yang tiga yang berupa Qiraah dan doa”.
[Hasyiyah I'aanah At Thaalibiin II/66]

وَيسن تَرْتِيب الْأَركان بِأَن يبْدَأ بِالْحَمْد ثمَّ الصَّلَاة على النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ثمَّ الْوَصِيَّة ثمَّ الْقِرَاءَة ثمَّ الدُّعَاء
“Disunahkan tertib ketika menyampaikan rukun khutbah seperti dimulai dengan pujian kepada Allah, Shalawat Nabi, Wasiat taqwa, Qiraah, kemudian baru doa”
[Nihaayah Az Zain Halaman 146]

وأما ترتيب أركانها فليس بشرط بل سنة فقط
“Adapun tertib rukun-rukun khutbah bukanlah syarat tetapi hanya sunah saja”
[Kaasyifah As Sajaa Fii Syarh Safiinah An Najaa Halaman 101]

Wallahu A'lamu Bis Shawaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama