ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·17 APRIL 2017

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumussalam
Orang yang Junub, haid atau orang yang berhadats besar boleh masuk dan berdiam diri di musholla (surau), tempat pengajian, madrasah, dan selainnya selain masjid karena tempat tempat semacam musholla (surau) tidak dihukumi sebagai masjid menurut pendapat yang dijadikan madzhab (dalam Madzhab Syafi'i), oleh karena itu boleh orang yang berhadats besar semacam orang Junub dan haid masuk dan berdiam diri di dalamnya. Itu Selagi mushala itu tidak diwakafkan atau tidak ada sighat menjadikan masjid maka tidak berhukum masjid sehingga boleh orang Junub dan wanita haid Berdiam didalamnya asal tidak menyebabkan mushala itu menjadi najis karenanya seperti darahnya akan menetes disitu dan bila ini terjadi hukumnya haram.

PERTANYAAN
> Ahmad Maulana
Assalamu'alaikum
Selamat malam DHFBEM..
Minta penjelasan dari pertanyaan seorang guru juga termasuk ustadz daerah q desa_Belaras_Riau.
Beliau bertanya pada kami: "Orang Junub dan Wanita haid haram memasuki masjid dan berdiam diri disana". Kemudian beliau melanjutkan: "Kalau keduanga (orang junub dan haid) memasuki atau berdiam diri dimusholla (surau) dan selainnya selain masjid apakah tetap haram?"
Tolong dijelaskan dengan sejelas-jelasnya para Kyai grouf ini kalau bisa dengan rujukan yg jelas.
Terima kasih banyak.
Wassalamu'alaikum
=≠=====≠==========
> Ahmad Maulana
Assalamu'alaikum
Selamat malam DHFBEM..
Minta penjelasan dari pertanyaan seorang guru juga termasuk ustadz daerah q desa_Belaras_Riau.
Beliau bertanya pada kami: "Orang Junub dan Wanita haid haram memasuki masjid dan berdiam diri disana". Kemudian beliau melanjutkan: "Kalau keduanga (orang junub dan haid) memasuki atau berdiam diri dimusholla (surau) dan selainnya selain masjid apakah tetap haram?"
Tolong dijelaskan dengan sejelas-jelasnya para Kyai grouf ini kalau bisa dengan rujukan yg jelas.
Terima kasih banyak.
Wassalamu'alaikum
=≠=====≠==========
>> +62 852-7449-1438
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ada yang bertanya
Masuk masjid bagi perempuan yang sedang haidh kan tidak boleh, apakah otomatis tidak boleh juga jika ia masuk ke musholla?
Terima kasih
(Minggu, 23 Nov, 2025)
JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumussalam
Orang yang Junub, haid atau orang yang berhadats besar boleh masuk dan berdiam diri di musholla (surau), tempat pengajian, madrasah, dan selainnya selain masjid karena tempat tempat semacam musholla (surau) tidak dihukumi sebagai masjid menurut pendapat yang dijadikan madzhab (dalam Madzhab Syafi'i), oleh karena itu boleh orang yang berhadats besar semacam orang Junub dan haid masuk dan berdiam diri di dalamnya. Itu Selagi mushala itu tidak diwakafkan atau tidak ada sighat menjadikan masjid maka tidak berhukum masjid sehingga boleh orang Junub dan wanita haid Berdiam didalamnya asal tidak menyebabkan mushala itu menjadi najis karenanya seperti darahnya akan menetes disitu dan bila ini terjadi hukumnya haram.
المجموع شرح المهذب الجزء الثاني صـــــــــ ١٨٠
(الثَّالِثَةُ وَالثَّلَاثُونَ) الْمُصَلَّى الْمُتَّخَذُ لِلْعِيدِ وَغَيْرِهِ الَّذِي لَيْسَ بِمَسْجِدٍ لَا يَحْرُمُ الْمُكْثُ فِيهِ عَلَى الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ عَلَى الْمَذْهَبِ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ
“(33) Mushala yang disiapkan untuk shalat Ied dan selainnya bukanlah masjid tidak haram berdiam diri bagi orang junub dan wanita haid didalamnya berdasarkan pendapat yang dijadikan Madzhab dan ditetapkan Mayoritas Ulama”
[Al Majmuu' Syarh Al Muhadzdzab II/180]
Baca Online:
نهاية الزين - (ص 34)
وأما الحائض فإن خافت التلويث حرم عليها العبور وإن أمنته كان مكروها لغلظ حدثها ما لم يكن لحاجة وإلا فلا كراهة وخرج بالمسجد المدارس والربط ومصلى العيد والموقوف غير مسجد فلا يحرم فيه ذلك نعم ان لوثته الحائض حرم من حيث تنجس حق الغير
وأما الحائض فإن خافت التلويث حرم عليها العبور وإن أمنته كان مكروها لغلظ حدثها ما لم يكن لحاجة وإلا فلا كراهة وخرج بالمسجد المدارس والربط ومصلى العيد والموقوف غير مسجد فلا يحرم فيه ذلك نعم ان لوثته الحائض حرم من حيث تنجس حق الغير
“Adapun wanita haid jika ia khawatir darahnya akan mengotori masjid haram baginya melewati masjid dan jika aman daripada mengotori masjid hukumnya makruh karena berat hadatsnya selagi tidak ada hajat (kebutuhan) dan jika tidak maka tidak makruh. Dikecualikan pernyataan "masjid adalah sekolah, Pondok, mushala Ied dan yang diwakafkan selain masjid tidak haram dilakukan hal itu. Memang! Bila haid dapat mengotori tempat itu haram hukumnya sebab mengotori hak orang lain”
[Nihaayah Az Zain Halaman 34]
Baca Online:
Namun, bila ada berkisar pendapat disebagian masyarakat yang melarang semacam orang junub dan wanita haid berdiam diri di Mushala (Atau daerah kami Indragiri hilir -Riau menyebutnya surau) sebagaimana masjid maka barangkali pendapat Imam Ghazali dapat dijadikan pertimbangan karena Menurut Imam Ghazali bila seperti Mushala tidak digunakan untuk tujuan lain yang dianggap rendah dilakukan dimasjid seperti tempat bermain anak-anak, tempat perkumpulan yang tidak ada kaitannya dengan hal ibadah dan jarang sekali dijaga kesuciannya sebagaimana Mushala shalat Ied dan tempat itu rutin dilakukan shalat Lima waktu maka menurut Imam Ghazali Mushala semacam itu bisa berhukum masjid.
إعلام الساجد بأحكام المساجد - الإمام الزركاشي الشافعي - صـــــــــ ٣٨٦
تمام المائة:
سئل الغزالي في فتاويه عن المصلي الذي بني لصلاة العيد خارج البلد فقال: لا يثبت له حكم المسجد في الاعتكاف ومكث الجنب وغيره من الأحكام، لأن المسجد هو الذي أعد لرواتب الصلاة، وعين لها حتى لا ينتفع به في غيرها، وموضع صلاة العيد معد للاجتماعات ولنزول القوافل، ولركوب الدواب، ولعب الصبيان، ولم تجر عادة السلف بمنع شيء من ذلك فيه، ولو اعتقدوه مسجدا لصانوه عن هذه الأسباب ولقصد لإقامة سائر الصلوات، وصلاة العيد تطوع، وهو لا يكثر تكرره بل يبني لقصد الاجتماع والصلاة تقع فيه بالتبع.
Baca Online:
Sedangkan saya Mendasarkan dengan keterangan Syeikh Zainuddin Al Malibari sekaligus komentar Syeikh Sayyid Bakri Syatha Dimyathi bahwa ungkapan Waqaf untuk shalat hanya menjadikan tempat itu hanya sebagai tempat shalat saja dan status hukum masjid tempat itu harus bermaksud menjadikan masjid dan jika tidak bermaksud menjadikan masjid walaupun tempat itu rutin dilakukan shalat Lima waktu tidak bisa berhukum masjid. Terlebih umumnya manusia tidak menganggap semacam surau yang saya sebutkan diatas sebagai masjid maka tidak wajib menghukumi sebagai masjid sebab kalau manusia menganggap tempat itu masjid mestinya mereka berlakukan sebagaimana masjid seperti shalat tahiyyatul masjid dan semisalnya ternyata tidak demikian.
Karena itulah, saya jelaskan bahwa bila awal pembuatan Mushala dan nama sejenisnya hanya bermaksud menjadikan tempat shalat atau Mushala maka tidak bisa berhukum masjid kecuali ada sighat menjadikan masjid atau tujuan awal ingin menjadikan masjid. Kiranya dapat disingkapi dengan bijak dan Musyawarahkan lagi dengan orang yang mengerti bab ini ditempat masing-masing bila dirasa penjelasan saya ini ada kekeliruan.
Wallahu A'lam
Ibarat :
حاشيۃ إعانة الطالبين الجزء الثالث صـــــــــ ١٦٠
(قوله: ووقفته للصلاة إلخ) أي وإذا قال الواقف وقفت هذا المكان للصلاة فهو صريح في مطلق الوقفية (قوله: وكناية في خصوص المسجدية، فلا بد من نيتها) فإن نوى المسجدية، صار مسجدا، وإلا صار وقفا على الصلاة فقط، وإن لم يكن مسجدا، كالمدرسة
“(Keterangan Pengarang "Saya mewakafkannya untuk shalat") yakni si pewakaf berkata “saya mewakafkan tempat ini untuk shalat” maka ucapan tersebut termasuk sharih (jelas) dalam kemutlakan wakaf. (Ungkapan beliau “Dan kinayah dalam kekhususannya sebagai masjid, maka harus ada niat untuk menjadikannya masjid”) Jika ia berniat menjadikannya masjid maka tempat tersebut menjadi masjid, jika tidak maka hanya menjadi wakaf untuk shalat saja dan tidak menjadi masjid seperti sekolahan”
[Hasyiyah I'aanah At Thaalibiin III/160]
Baca Online:
بغية المسترشدين صـــــــــ ٦٤
فلو رأينا محلاً مهيأ للصلاة ولم يتواتر بين الناس أنه مسجد لم يجب التزام أحكام المسجدية فيه
“Apabila kita melihat tempat yang diperuntukkan untuk shalat dan tidak biasa manusia menganggap sebagai masjid tidak wajib menghukumi tempat itu sebagai masjid”
[Bughyah Al Mustarsyidiin Halaman 64]
Baca Online:
Link Mudzaukaroh: