Pertanyaan:
Bagaimana hukum fiqih menyikapinya terhadap keadaan men sholati mayit laki laki khususnya di wilayah Indonesia yang posisi kepala berada di arah Utara, apakah sudah sesuai dengan tuntunan yang dianjurkan oleh Rasulullah....???!??
[Hafidz Ror]
Jawaban:
Para Ulama berselisih pendapat tentang posisi kepala mayit diletakkan diwaktu hendak dishalatkan. Menurut sebagian Ulama Syafi'iyah diantaranya Syeikh Bujairomi, Syeikh Syibromalisy dan Ulama yang lain, bila mayit laki-laki maka mayit diletakkan di sisi kiri orang yang menshalatkan (seperti imam) berarti kalau di Indonesia maka kepala jenazah diletakkan pada arah selatan sedangkan bila mayit perempuan maka kepala jenazah diletakkan sisi kanan orang yang menshalatkan, ini berarti kalau konteks Indonesia maka kepala jenazah diletakkan pada arah Utara. Pendapat ini membedakan posisi kepala mayit Antara laki-laki dan perempuan.
Adapun menurut sebagian pendapat seperti pendapat Syeikh Al Imam Ibn Hajar Al Haitami, Imam Romli, Syeikh Ismail Zainmaka tidak ada perbedaan antara jenazah laki-laki dan perempuan yakni kepala jenazah diletakkan pada sisi kanan orang yang menshalatkan yakni kalau kita Indonesia maka posisi kepala mayit diletakkan pada arah Utara.
Meskipun demikian, pendapat terakhir yang tidak membedakan posisi kepala mayit diletakkan sewaktu dishalatkan sesuai dengan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang beliau menshalatkan jenazah tanpa membedakan posisi tersebut. seperti disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي غَالِبٍ الْحَنَّاطِ قَالَ “شَهِدْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ صَلَّى عَلَى جِنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَلَمَّا رُفِعَتْ أُتِيَ بِجِنَازَةِ امْرَأَةٍ فَصَلَّى عَلَيْهَا فَقَامَ وَسْطَهَا وَفِينَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ الْعَلَوِيُّ فَلَمَّا رَأَى اخْتِلَافَ قِيَامِهِ عَلَى الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ قَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُومُ مِنْ الرَّجُلِ حَيْثُ قُمْتَ وَمِنْ الْمَرْأَةِ حَيْثُ قُمْتَ ؟ قَالَ نَعَمْ” رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَأَبُو دَاوُد , وَفِي لَفْظِهِ : فَقَالَ الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ : هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي عَلَى الْجِنَازَةِ كَصَلَاتِكَ يُكَبِّرُ عَلَيْهَا أَرْبَعًا وَيَقُومُ عِنْدَ رَأْسِ الرَّجُلِ , وَعَجِيزَةِ الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ : نَعَمْ
Dari Abi Ghalib al-Hannath, ia berkata, Saya menyaksikan Anas bin Malik menshalati jenazah laki-laki. Ia berdiri sejajar kepalanya. Ketika jenazah tersebut diangkat kemudian didatangkan jenazah wanita, ia menshalati dan berdiri sejajar dengan tengahnya. Di antara kita terdapat Al-‘Alla` bin Ziyad al-‘Alawiy. Ketika ia melihat perbedaan posisi berdiri Anas antara jenazah lelaki dan perempuan, ia bertanya,”Wahai Abu Hamzah (panggilan Anas), Beginikah dulu Rasulullah Saw.? Beliau berdiri dari jenazah lelaki sama dengan posisi engkau berdiri dan berdiri dari jenazah wanita sama dengan posisi engkau berdiri?” Anas menjawab,”Benar.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, At-Tirmidzi,Abu Dawud).
Walaupun pendapat yang tidak membedakan posisi kepala mayit tersebut sesuai dengan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, kita juga tidak bisa menyalahkan perbuatan masyarakat yang membedakan posisi kepala mayit diletakkan tersebut karena yang mereka ikuti Ulama, dan rasanya Ulama setingkat kayak Syeikh Bujairomi tidak ada dasarnya. Jadi, keduanya benar sebab diterangkan Ulama juga.
Kesimpulannya terjadi perselisihan pendapat dikalangan Ulama mengenai penempatan kepala jenazah saat dishalatkan sebagian pendapat dari kalangan Syafi'iyah membedakan antara laki-laki dan perempuan, kalau laki-laki kepala mayit berada di kiri orang yang menshalatkan, berarti kalau konteks Indonesia di arah selatan, sedangkan perempuan sebaliknya (Utara). Sebagian pendapat tidak membedakan yakni tetap di sisi kanan orang yang menshalatkan, berarti kalau konteks Indonesia di arah Utara.
Perlu diketahui letak tersebut bukan wajib tapi hanya disunahkan asal posisi jenazah berada didepan orang yang menshalatkan sudah dipandang sah.
وَيَقِفُ) نَدْبًا الْمُصَلِّي وَلَوْ عَلَى قَبْرِ الْمُسْتَقِلِّ (عِنْدَ رَأْسِ الرَّجُلِ) لِلِاتِّبَاعِ حَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ (وَعَجُزِهَا) أَيْ الْمَرْأَةِ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَمِثْلُهَا الْخُنْثَى
قَوْلُ الْمَتْنِ (عِنْدَ رَأْسِ الرَّجُلِ) أَيْ الذَّكَرِ وَلَوْ صَبِيًّا وَ (قَوْلُهُ: وَعَجُزِهَا) بِفَتْحِ الْعَيْنِ وَضَمِّ الْجِيمِ أَيْ إلَيْهَا نِهَايَةٌ وَمُغْنِي وَفِي الْبُجَيْرِمِيِّ مَا نَصُّهُ وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ وَيَكُونُ رَأْسُ الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى عَادَةِ النَّاسِ الْآنَ ع ش وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يُجْعَلُ مُعْظَمُ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِ الْمُصَلِّي فَحِينَئِذٍ يَكُونُ رَأْسُ الذَّكَرِ جِهَةَ يَسَارِ الْمُصَلِّي وَالْأُنْثَى بِالْعَكْسِ إذَا لَمْ تَكُنْ عِنْدَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ أَمَّا إذَا كَانَتْ هُنَاكَ فَالْأَفْضَلُ جَعْلُ رَأْسِهَا عَلَى الْيَسَارِ كَرَأْسِ الذَّكَرِ لِيَكُونَ رَأْسُهَا جِهَةَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ سُلُوكًا لِلْأَدَبِ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ اهـ.
وَيَأْتِي إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى مَا نَقَلَهُ عَنْ ع ش بِعِبَارَتِهَا وَعَنْ سم مَا يُوَافِقُهُ
“Disunahkan bagi orang yang menshalatkan jenazah walau menshalatkan pada kubur berdiri pada sisi kepala mayit laki-laki karena ittiba' (mengikuti Nabi) yang diriwayatkan Tirmidzi dan di Hasan kan olehnya, dan wanita yang tua (juga pada sisi kepala) karena mengikuti Nabi yang diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari dan Muslim) dan seperti wanita adalah khuntsa (orang yang berkelamin ganda).
Keterangan Pengarang "Di sisi kelapa Rijal yaitu laki-laki walaupun anak-anak". Keterangan Pengarang "Tua". Yaitu kepadanya (wanita yang tua)... Dalam kitab al-Bujairomi terdapat keterangan yang redaksinya “Dan kepala mayat laki-laki diletakkan disebelah kirinya imam shalat janazah, sebagian besar anggauta tubuh mayat diletakkan sebelah kanannya berbeda dengan kebiasaan shalat janazah yang terjadi sekarang ini. Sedang kepala mayat wanita serta khuntsa (orang berkelamin ganda) diletakkan disebelah kanan imam.
Kesimpulan “Sesungguhnya sebagian besar anggota mayat saat dishlalatkan berada disebelah kanan orang yang menshalatinya, maka kepala mayat laki-laki berada disebelah kirinya orang yang shalat janazah sedang wanita kebalikannya, hal yang demikian bila tidak berada pada kuburan yang mulia sedang bila disana maka sebaiknya meletakkan kepala mayat wanita disebelah kiri orang yang menshalatinya seperti mayat lelaki agar kepalanya kearah kuburan yang mulia demi menjaga sopan santun seperti keterangan yang disampaikan sebagian ulama yang muhaqqiqiin”
[Tuhfah al Muhtaaj Wa Hawasyi as Syarwani III/156]
قَوْلُهُ عِنْدَ رَأْسِ ذَكَرٍ) أَيْ، وَلَوْ صَغِيرًا وَقَوْلُهُ وَعَجُزِ غَيْرِهِ أَيْ، وَلَوْ صَغِيرَةً وَلَا يَجْرِي هَذَا التَّفْصِيلُ فِي الْوُقُوفِ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْقَبْرِ نَظَرًا لِمَا كَانَ قَبْلُ، وَهُوَ حَسَنٌ عَمَلًا بِالسُّنَّةِ، وَإِنْ اسْتَبْعَدَهُ الزَّرْكَشِيُّ اهـ. شَرْحُ م ر وَيُضَمُّ لِهَذِهِ الْقَاعِدَةِ قَاعِدَةٌ أُخْرَى سَيَأْتِي التَّصْرِيحُ بِهَا فِي عِبَارَةِ الْبِرْمَاوِيِّ وَهِيَ أَنْ يُجْعَلَ مُعْظَمُ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِ الْمُصَلِّي فَحِينَئِذٍ يَكُونُ رَأْسُ الذَّكَرِ مِنْ جِهَةِ يَسَارِ الْمُصَلِّي وَالْأُنْثَى بِالْعَكْسِ اهـ. شَيْخُنَا وَقَوْلُهُ وَالْأُنْثَى بِالْعَكْسِ أَيْ إذَا لَمْ تَكُنْ عِنْدَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ أَمَّا إذَا كَانَتْ هُنَاكَ فَالْأَفْضَلُ جَعْلُ رَأْسِهَا عَلَى الْيَسَارِ كَرَأْسِ الذَّكَرِ لِتَكُونَ رَأْسُهَا جِهَةَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ سُلُوكًا لِلْأَدَبِ اهـ. مِنْ هَوَامِشِ شَرْحِ م ر لِبَعْضِ الْفُضَلَاءِ
[Hasyiyah al Jamal ala Syarh al Manhaj II/188]
ويقف ندبا غير مأموم من إمام ومنفرد عند رأس ذكر وعجز غيره من أنثى وخنثى. ويوضع رأس الذكر لجهة يسار الإمام، ويكون غالبه لجهة يمينه، خلافا لما عليه عمل الناس الآن. أما الأنثى والخنثى فيقف الإمام عند عجيزتيهما ويكون رأسهما لجهة يمينه على عادة الناس الآن؛ كذا في الشبرا ملسي والبجيرمي والجمل وغيرهما من حواشي المصريين.
[Fath al 'Allam III/172]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi: