Sumber gambar: Kargo Bandara
Pertanyaan:
*PERTANYAAN KE 1*
*Deskripsi Masalah*
"Sungguh Tuhanku, kami tenang sekarang. Engkau sungguh Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengabul doa Kami," Demikian kalimat kang Emil di akun instagram nya.
Sebagaimana diberitakan, kini jenazah putra sulung Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau akrab disapa Eril (22), sudah ditemukan pada Rabu (8/6) sekitar pukul 06.50 waktu Swiss.
Ridwan Kamil menyatakan jenazah Eril akan dimakamkan pada Senin (13/6) di Indonesia. Pada kesempatan itu, Ridwan Kamil mengaku tenang setelah mendapat kabar jika jasad Eril sudah ditemukan.
*Pertanyaan*
Bagaimana hukum memulangkan jenazah Eril yang baru ditemukan setelah 2 minggu tenggelam di sungai aare?
[إعانة الطالبين Via group WA]
Jawaban:
Pendapat yang berkisar dalam Madzhab Syafi'i dan banyak diterangkan Ulama Syafi'iyah bahwa haram hukumnya memindahkan mayit dari tempat meninggalnya ke daerah lain meskipun daerah kampung halamannya meskipun tidak dikhawatirkan mayit akan berubah (bau). Dikecualikan dengan keharaman tersebut ialah dipindahkan ke Makkah, Madinah, Baitul maqdis dan tempat dikuburkannya orang Sholeh maka tidak diharamkan. Demikian pula tidak haram bila sudah menjadi tradisi ketika ada yang meninggal tidak dikubur didaerah matinya.
Memang benar adanya, dan sudah menjadi tradisi bahwa ketika seseorang merantau jauh dan meninggal bukan ditempat kelahirannya seperti orang Indonesia meninggal di Malaysia jarang ada ahli waris mau menguburkan jenazah disana tetap dibawa pulang dan ditempat saya sendiri sudah berlaku hal demikian. Namun demikian, kalaupun kita mengikuti pendapat yang membolehkan memindahkan mayit dari tempat meninggalnya ke daerah lain itu Ulama Syafi'iyah mensyaratkan sebelum dipindahkan terlebih dahulu mayit tersebut sudah diurus sebagaimana mestinya seperti dimandikan, dikafani dan dishalatkan, bila belum diurus tetap tidak diperbolehkan sebagaimana sudah terjadi disebagian tempat termasuk daerah saya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memindahkan mayit dari tempat meninggalnya ke daerah lain tidak boleh dan haram kecuali dipindahkan ke Makkah, Madinah, tempat yang Eliya' (Yerusalem/kota terletak Masjidil Aqsha) dan jenazah sudah diurus sebagaimana mestinya selain dikuburkan.
ويحرم نقله قبل دفنه إلى محل آخر وإن أوصى به وأمن تغيره.
نعم؛ إن جرت عادتهم بالدفن في غير محلهم .. لم يحرم النقل إليه، وكذا لو نقل لمقبرة أقرب من مقبرة محل موته.
ومن بقرب حرم مكة أو المدينة أو إيلياء أو مقابر صلحاء .. فلا يحرم، بل يسن، ونقله خوف نحو سيل جائز ولخوف نبشه واجب، ولو أوصى بنقله فيما ذكر .. نفذت وصيته إن أمن تغيره وقرب المحل، ولا يجوز نقله إلا بعد غسله وتكفينه والصلاة عليه.
[Busyrol Kariim Halaman 474]
وَيحرم نقل الْمَيِّت قبل دَفنه من مَحل مَوته إِلَى مَحل أبعد من مَقْبرَة مَحل مَوته ليدفن فِيهِ إِلَّا أَن يكون بِقرب مَكَّة أَو الْمَدِينَة أَو بَيت الْمُقَدّس بِحَيْثُ تكون الْمسَافَة لَا يتَغَيَّر فِيهَا الْمَيِّت فَيجوز حِينَئِذٍ نَقله إِلَيْهَا بعد غسله وتكفينه وَالصَّلَاة عَلَيْهِ فِي مَحل مَوته لتوجه الْفَرْض
قَالَ الزَّرْكَشِيّ وَيَنْبَغِي أَن يكون مثل ذَلِك مَا لَو كَانَ بِقرب مَقَابِر أهل الْخَيْر وَالصَّلَاح لِأَن الشَّخْص يقْصد الْجَار الْحسن
[Nihaayah Az Zain Halaman 163]
وَحَرُمَ نَقْلُهُ) قَبْلَ دَفْنِهِ مِنْ مَحَلِّ مَوْتِهِ (إلَى) مَحَلٍّ (أَبْعَدَ مِنْ مَقْبَرَةِ مَحَلِّ مَوْتِهِ) لِيُدْفَنَ فِيهِ وَهَذَا أَوْلَى مِنْ قَوْلِهِ وَيَحْرُمُ نَقْلُهُ إلَى بَلَدٍ آخَرَ (إلَّا مَنْ بِقُرْبِ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ وَإِيلِيَاءَ) أَيْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَلَا يَحْرُمُ نَقْلُهُ إلَيْهَا بَلْ يُخْتَارُ لِفَضْلِ الدَّفْنِ فِيهَا.
قَوْلُهُ: فَلَا يَحْرُمُ نَقْلُهُ إلَيْهَا) مَحَلُّ جَوَازِهِ نَقْلُهُ بَعْدَ غُسْلِهِ وَتَكْفِينِهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِ لِتَوَجُّهِ فَرْضِ ذَلِكَ عَلَى أَهْلِ مَحَلِّ مَوْتِهِ فَلَا يَسْقُطُ عَنْهُمْ بِجَوَازِ نَقْلِهِ قَالَهُ ابْنُ شُهْبَةَ وَهُوَ ظَاهِرٌ
[Hasyiyah Bujairomi ala Syarh al Manhaj I/497]
وَمَحَلُّ جَوَازِ نَقْلِهِ بَعْدَ غُسْلِهِ وَتَكْفِينِهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِ لَتَوَجَّهَ فَرْضُ ذَلِكَ عَلَى مَحَلِّ مَوْتِهِ فَلَا تَسْقُطُ عَنْهُمْ بِجَوَازِ نَقْلِهِ، قَالَهُ ابْنُ شُهْبَةَ وَهُوَ ظَاهِرٌ.
[Nihaayah al Muhtaaj III/37, Mughni al Muhtaaj II/58, Tuhfah al Muhtaaj III/202]
Lihat pula redaksi kitab Syafi'iyah yang lain seperti Hasyiyah Al Jamal, Roudhoh at Thoolibiin dan lain sebagainya.
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)