1879. HUKUM MEMBAYAR DAM HAJI DI TANAH AIR

Foto: YouTube 

Pertanyaan:
Assalamu alaikum..

Punten poro ustadz , kyai lan konco" menawi enten ibarot kangge jawab soal masalah *Dam Haji*


Deskripsi Masalah
 Dam secara bahasa bermakna darah. Sedangkan dalam istilah Fuqaha maka kata Dam digunakan untuk menunjukkan banyak makna. Untuk menunjukkan makna darah (termasuk pula darah haid, nifas, istihadhah), hukuman qishash, dan hadyu, dan berbagai macam darah wanita. (Mausu’h Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, [Mesir, Darus Shafawah], juz XXI, halaman 25).   
Dalam konteks haji, maksud dam adalah hadyu, yaitu hewan berupa kambing, sapi atau onta yang sah digunakan berkurban, yang dihadiahkan ke tanah haram. Demikian pula istilah dam juga mencakup memberi makan orang-orang miskin dan puasa sebagai ganti dari hewan hadyu.
Secara umum, dam wajib ditunaikan ketika orang yang ihram haji atau umrah melakukan pelanggaran, baik karena melakukan keharaman atau meninggalkan kewajiban nusuk (ritual ihram haji dan umrah).
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendiskusikan hukum pelaksanaan penyembelihan Dam haji tidak di Arab Saudi, melainkan di Indonesia. Hal ini ia sampaikan dalam Mukernas IV MUI di Hotel Grand Sahid Jakarta.
"Soal Dam, kalau dijumlahkan bisa mencapai 250 ribu ekor kambing yang harus disembelih orang Indonesia di sana. Nah, bisa didiskusikan bagaimana jika 250 ribu ekor kambing itu tidak usah disembelih di Saudi, tapi cukup disembelih di Indonesia. Kambingnya, kambing Indonesia," ujar Menag, Rabu (18/12/2024).
Menag menjelaskan bahwa jika 250 ribu ekor kambing disembelih di Indonesia, maka peternak kambing di Tanah Air akan lebih sejahtera. Selain itu, dagingnya juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.
“Kalau 250 ribu ekor kambing tidak perlu disembelih di Saudi, tapi cukup di Indonesia, peternak kambing di Tanah Air akan makmur. Dagingnya juga dapat dimanfaatkan untuk gizi anak-anak Indonesia” paparnya.
Menag turut menceritakan pengalamannya berdiskusi dengan Menteri Haji Arab Saudi, Tawfiq F Al Rabiah. Menhaj Saudi mengatakan bahwa gagasan penyembelihan Dam di negara asal jemaah sudah diterapkan oleh banyak negara.
"Saya pun bertanya kepada Menteri Haji Arab Saudi, menurut pandangan Ulama Saudi seperti apa? Dia menunjuk bahwa buktinya sudah banyak negara yang melaksanakan hal tersebut, termasuk Turki," ungkapnya.
Meski demikian, Menag menekankan pentingnya mendiskusikan pandangan ini lebih lanjut bersama MUI. Menag mengatakan, sebelumnya ia pernah berdiskusi dengan Asrorun Ni’am Sholeh dari MUI terkait penyembelihan Dam di Tanah Air.
“Saya bertanya pada Pak Niam secara informal, apakah ada kitab yang membenarkan penyembelihan Dam di Tanah Air? Jawaban beliau, ‘Kami belum menemukan kitab yang membenarkan hal tersebut.’" sebut Menag.
Menag menyampaikan bahwa pendapat ulama harus dihargai dan kehendak tidak boleh dipaksakan, karena persoalan ini tidak hanya bersifat rasional, tetapi juga berkaitan dengan keyakinan dan ushul fikih. "Kita harus menghargai pendapat ulama dan tidak memaksakan kehendak, karena persoalan ini bukan hanya rasional, tetapi juga menyangkut keyakinan dan ushul fikih,” tutur Menag

Pertanyaan
1. Apakah sah Dam Jamaah Haji Indonesia dilaksanakan di Tanah Air dalam perspektif Fiqih Islam 4 Madzhab ?
2. Bagaimana solusinya jika tidak ada pendapat ulama yang mengesahkan ?
[Jaa Rojulun]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakaatuh 

1. Terjadi khilaf Ulama Empat Madzhab tentang membayar dalam haji yang berkaitan dengan menyembelih hewan dan memberi makan orang miskin selain di tanah Mekah. Syeikh Wahbah Zuhaili menyebutkan pendapat Ulama Madzhab empat terkait ini mafhumnya tidak ada perselisihan pendapat tidak boleh membayar dam selain tanah Mekah kecuali kalangan Malikiyyah yang membolehkan membayar dam selain tanah Mekah yang berupa dam Berburu dan persetubuhan. Namun, pernyataan beliau itu tidak mutlak sebab di berbagai redaksi berbagai Madzhab empat memang ada khilaf dalam masalah ini. 

Menurut Mayoritas Ulama memang dam haji harus dilakukan di tanah haram Mekkah. Tapi ada pendapat dari kalangan Syafi'iyah yang termasuk Muqabil Adzhar (lawan pendapat yang Adzhar) bahwa Boleh menyembelih hewan sebagai dam haji selain ditanah haram Mekkah asal dagingnya dibagikan ke tanah haram. Juga Kalangan Hanabilah (Madzhab Hambali) berpendapat bahwa setiap memberi makan ditanah haram Mekkah wajib menyembelihnya ditanah haram Mekkah sedangkan yang membolehkan sesuatu yang terlarang ditanah halal (selain Mekkah) maka boleh damnya boleh dan sah dilakukan selain tanah Mekah karena itu tempat yang membolehkan yang terlarang bukan selainnya, sedangkan dam yang tertib karena meninggalkan wajib haji hewan sembelihannya tidak sah kecuali dilakukan di tanah Mekah. Meskipun sebagian ulama Kalangan Hanabilah membatasi bolehnya menyembelih hewan pada tempat melakukan larangan ihram seperti orang ihram melakukan itu karena udzur, sedangkan bila melakukan itu tanpa udzur menyembelih hewannya hanya bisa dilakukan ditanah haram Mekkah.

Terdapat keterangan dari sebagian Ulama Hanafiyah dan Malikiyyah dam yang berupa menyembelih hewan Boleh menyembelihnya selain di tanah Mekah tanpa ada batasan. Oleh karena itu, ada pendapat dari Ulama Empat Madzhab yang membolehkan dam haji dilakukan di tanah kelahiran seperti sebagian Ulama kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah, Juga diikuti Ulama Hanabilah dengan rincian yang disebutkan juga dari sebagian ulama Syafi'iyah dengan batasan daging hewannya tetap dibagikan ditanah haram Mekkah, maka solusinya jika berat menjalankan pendapat yang mengharuskan membayar dam haji di tanah Mekah seperti yang menjadi pegangan Pendapat yang Adzhar dalam Madzhab Syafi'i maka bisa bertaqlid pada pendapat yang membolehkan itu dengan memenuhi ketentuan taqlid sesuai syaratnya, jika tidak tetap menjalankan pendapat yang dianut tersebut.

2. Oleh karena ada pendapat yang membolehkan membayar DAM selain tanah Mekah seperti uraian di atas maka bila dirasa berat membayar dam di tanah Mekah bisa bertaqlid pada pendapat yang membolehkan tersebut yang tentunya dengan memperhatikan ketentuan taqlid. Namun, sebaiknya tetap mengamalkan Qaul Mayoritas Ulama disamping menyalahi khilaf Ulama.

Wallahu A'lam 

Ibarat:

فتح القدير في فقه الحنفي ج  ٣ ص ١٦٣
[لا يجوز ذبح الهدايا إلا في الحرم؛ سواء كان تطوعًا أو غيره؛ لقوله تعالى في جزاء الصيد: ﴿هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ﴾، فصار أصلًا في كل دمٍ هو كفارة، وقال تعالى في دم الإحصار: ﴿وَلَا تَحْلِقُوا رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ﴾، وقال تعالى في الهدايا مطلقًا: ﴿ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ﴾، ولأن الهدي: اسمٌ لِمَا يُهْدَى إلى مكانٍ؛ فالإضافة ثابتة في مفهومه، وهو الحرم بالإجماع، فالقربة بالإهداء تتم بالنقل إلى الحرم والذبح به تعظيمًا له، ولذا لو سُرِقَ لم يلزمه غيره وبذلك انتهى مدلولُهُ ويصير لحمًا؛ قال صلى الله عليه وآله وسلم: «مِنًى كُلُّهَا مَنْحَرٌ، وَفِجَاجُ مَكَّةَ كُلُّهَا مَنْحَرٌ»، فيجوز الذبح في أيِّ موضعٍ شاء مِن الحرم، ولا يختص بمنًى] 

فتح القدير في فقه الحنفي ج ٣ ص ١٧٧
[فتَحَصَّل: أنَّ الدماء قسمان: ما يختص بالزمان والمكان، وما يختص بالمكان فقط؛ وبناءً عليه: فيلزمه ألَّا يذبح إلا في الحرم، فإن كان في أيام النحر؛ فالسُّنَّةُ ذبحُه بمنًى، وإلا ففي مكة، وله أن يذبحه حيث شاء مِن أرض الحرم، ولهذا لو نذر أنَّ عليه هديًا وصرَّح بالهدي؛ يتعيَّن الحرم]

المجموع شرح المهذب في فقه الشافعي ج ٨ ص ١٩٠
[واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على أن ذبح الهدي يختص بالحرم، ولا يجوز في غيره، واتفقوا على أنه يجوز في أيِّ موضعٍ شاء مِن الحرم، ولا يختص بمنًى] 

الوسيط في المذهب في فقه الشافعي ج ٢ ص ٧١٢
[والأفضل النحر في الحج بمنًى في العمرة عند المروة؛ لأنهما محل تحللها، وقد قيل: لو ذبح على طرف الحرم وفُرِّقَ غضًّا طريًّا على مساكين الحرم: جاز]

العزيز شرح الوجيز في فقه الشافعي ج ٣ ص ٥٤٨
[وهل يختص ذبحها بالحرم؟ فيه قولان: أصحهما: نعم.. والثاني: لا يختص؛ لأن المقصود هو اللحم، فإذا وقعت تفرقته في الحرم وانصرف إلى مساكينه حصل الغَرَضُ. فعلى الأول: لو ذبح خارج الحرم لم يعتد به، وعلى الثَّاني: لو ذبح خارج الحرم ونقل إليه وفرَّقه: جاز، لكن يشترط أن يكون النَّقْل والتفريق قبل تغيُّر اللحم]

مغني المحتاج في فقه الشافعي ج ٢ ص ٣١١
[(ويختص ذبحُه) بأيِّ مكانٍ (بالحرم في الأظهر).. والثاني: يجوز أن يذبح خارج الحرم بشرط أن يُنقَل إليه ويفرق لحمه فيه قبل تغيره؛ لأن المقصود هو اللحم، فإذا وقعت تفرقته على مساكين الحرم حصل الغرض.. وظاهر كلامه: أن هذا الحكم كله في الدم الواجب بفعل حرام أو ترك واجب، وليس مرادًا؛ بل دم التمتع والقران كذلك]

المغني لابن قدامة في فقه الحنابلة ج ٣ ص ٤٦٨
[وكل هديٍ أو إطعامٍ فهو لمساكين الحرم إن قدر على إيصاله إليهم، إلا مَن أصابه أذًى مِن رأسه؛ فيفرقه على المساكين في الموضع الذي حلق فيه]

الإنصاف في فقه الحنابلة ج ٣ ص ٥٣١
[(وكل هديٍ أو إطعامٍ فهو لمساكين الحرم إن قدر على إيصاله إليهم).. كذا ما وجب لترك واجبٍ كالإحرام من الميقات.. وكذا أجزاء المحظورات إذا فعلها في الحرم؛ نص عليه: فيجب نحره بالحرم]

شرح المنتهى الإرادات في فقه الحنابلة ج ١ ص ٥٥٨-٥٥٩
[وكل هديٍ أو إطعامٍ تعلق بحرمٍ أو إحرامٍ؛ كجزاء صيد حرمٍ أو إحرامٍ (وما وجب) مِن فديةٍ (لترك واجبٍ أو) لـ(فوات) حجِ (أو) وجبِ (بفعل محظورٍ في حرمٍ) كلبسٍ ووطٍء فيه؛ فهو لمساكين الحرم؛ قال ابن عباس رضي الله عنهما: "الْهَدْيُ وَالْإِطْعَامُ بِمَكَّةَ"، (و) كذا (هدي تمتع وقران) ومنذور ونحوها؛ لقوله تعالى: ﴿ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ﴾، وقال في جزاء الصيد: ﴿هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ﴾، وقيس عليه الباقي (يلزم ذبحه) أي: الهدي (في الحرم)، قال أحمد: مكة.. (وتجزئ فديةُ أذًى و) فديةُ (لبسٍ و) فديةُ (طيبٍ ونحوها) كتغطيةِ رأسٍ (و) سائر (ما وَجَبَ بِفِعْلِ محظورٍ فَعَلَهُ خارجَ الحرم: به) متعلق بـ"يجزئ" أي: الحرم، (ولو) فعله (لغير عذرٍ) كسائر الهدي، (و) يجزئ أيضًا (حيث وُجد) المحظور]

الإنصاف في فقه الحنابلة ج ٣ ص ٥٣٣
[واعتبر في "المجرد" و"الفصول": العذر في المحظور، وإلا فغير المعذور كسائر الهدي. قال الزركشي: وقال القاضي، وابن عقيل، وأبو البركات: ما فعله لعذرٍ: ينحر هديه حيث استباحه، وما فعله لغير عذرٍ: اختص بالحرم]

المبدع في فقه الحنابلة ج ٣ ص ١٧٢
[(وكل هديٍ أو إطعامٍ) متعلق بالحرم أو الإحرام (فهو لمساكين الحرم إن قدر على إيصاله إليهم).. ويجب نحره بالحرم.. ويجب تفرقة لحمه بالحرم أو إطلاقه لمساكينه؛ لأنه مقصودٌ كالذبح، والتوسعة عليهم مقصودةٌ.. فإن تعذر إيصاله إلى فقراء الحرم؛ فالأظهر أنه يجوز ذبحه وتفريقه في غيره]


الإنصاف في فقه الحنابلة ج ٣ ص ٥٣١
[تنبيه: مفهوم قوله: (إن قدر على إيصاله) أنه إذا لم يقدر على إيصاله إليهم: أنه يجوز ذبحه وتفرقته هو والطعام في غير الحرم، وهو صحيح، والصحيح من الروايتين؛ قال في "الفروع": والجواز أظهر، وجزم به الشارح، وقدمه في "الرعاية". والرواية الثانية: لا يجوز، وهو قولٌ في "الرعاية"]

الاقناع في فقه الحنابلة ج ١ ص ٣٧٢
[(فصل: وكل هديٍ أو إطعامٍ يتعلق بحرمٍ أو إحرامٍ) كجزاء صيدٍ، وما وجب لترك واجبٍ، أو فواتٍ، أو بفعل محظورٍ في الحرم، وهدي تمتع وقران ومنذور ونحوهما: يلزم ذبحه في الحرم وتفرقة لحمه فيه، أو إطلاقه بعد ذبحه لمساكين من المسلمين إن قدر على إيصاله إليهم بنفسه أو بمن يرسله معه؛ وهم: مَن كان به أو واردًا إليه مِن حاجٍّ وغيره ممن له أخذ زكاة لحاجة.. فإن لم يقدر على إيصاله إليهم جاز نحره في غير الحرم وتفرقته هو والطعام حيث نَحَرَهُ، وفدية الأذى واللبس ونحوهما؛ كطيب  ودم المباشرة دون الفرج إذا لم يُنزل، وما وجب بفعل محظورٍ خارج الحرم ولو لغير عذر: فله تفرقتها حيث وُجد سببُها، وفي الحرم أيضًا]

المحيط البرهاني في الفقه النعماني الحنفي ج ٢ ص ٤٥٦
[ولو ذَبَحَ حاجٌّ الهديَ ذَبَحَهُ في الحرم، ولو ذبح خارج الحرم: يجزئه، إلا أنه إذا سُرِقَ لحمه بعد الذبح وقد كان الذبح في الحرم فليس عليه بَدَلُهُ، وإن كان الذبح خارج الحرم فعليه بَدَلُهُ إذا سُرِقَ؛ هكذا ذكره الناطفي رحمه الله في "أجناسه"]

المفاتيح في شرح المصابيح في فقه الحنفي ج ٣ ص ٢٩٨
[وكل دمٍ وجبَ على المُحْرِم وجبَ ذبحُه في الحَرَم، ويفرَّقُ لحمُه على مساكينِ الحرم؛ فإن ذبح خارجَ الحرم فأصحُّ القولين: أنه لا يجوز، وفي قولٍ: يجوز]

التمهيد في فقه المالكي ج ٢ ص ٢٤٠
[واختلفوا في موضع الفدية المذكورة؛ فقال مالك: يفعل ذلك أين شاء؛ إن شاء بمكة، وإن شاء ببلده، وذبح النسك والإطعام والصيام عنده سواء؛ يفعل ما شاء مِن ذلك أين شاء، وهو قول مجاهد، والذبح ها هنا عند مالكٍ نُسُكٌ وليس بهدي، قال: والنسك يكون حيث شاء]

حاشية الخرشي على شرح مختصر خليل المالكي ج ٢ ص ٣٥٨
[ولم يختص بزمان أو مكان، إلا أن ينوي بالذبح الهدي: فكحكمه؛ أي: لم يختص النسك ذبحًا أو نحرًا أو إطعامًا أو صيامًا بزمانٍ أو مكانٍ كاختصاص الهدي بأيام منًى وبمكة]

تفسير القرطبي ج ٢ ص ٣٨٥
قال مالك: يفعل ذلك أين شاء، وهو الصحيح من القول، وهو قول مجاهد]

التمهيد في فقه المالكي ج ٢ ص ٢٤٠ـ٢٤١
[والذبح هاهنا عند مالكٍ: نُسُكٌ، وليس بهدي. قال: والنسك يكون حيث شاء، والهدي لا يكون إلا بمكة، وحجته في أن النسك يكون بغير مكة: حديثه عن يحيى بن سعيد، عن يعقوب بن خالد المخزومي، عن أبي أسماء مولى عبد الله بن جعفر، أنه أخبره: أنه كان مع عبد الله بن جعفر رضي الله عنهما، وخرج معه من المدينة، فمرُّوا على حسين بن عليٍّ رضي الله عنهما وهو مريض بالسقيا، فأقام عليه عبد الله بن جعفر، حتى إذا خاف الموت خرج وبعث إلى عليِّ بن أبي طالب وأسماء بنت عميس وهما بالمدينة، فَقَدِمَا عليه، ثم إنَّ حُسَيْنًا أشار إلى رأسه، فأمر علي بن أبي طالب برأسه فحلق، ثم نسك عنه بالسقيا فنحر عنه بعيرًا. قال مالك: قال يحيى بن سعيد: وكان حسينٌ خرج مع عثمان في سفره إلى مكة. فهذا واضح في أن الذبح في فدية الأذى جائز بغير مكة، وجائز عند مالك في الهدي إذا نحر في الحرم أن يعطاه غير أهل الحرم؛ لأن البُغْيَةَ فيه إطعام مساكين المسلمين، قال: ولما جاز الصوم أن يؤتى به في غير الحرم؛ جاز إطعام غير أهل الحرم.. ذكر إسماعيل القاضي حديثَ عليٍّ حين حلق رأس حسين ابنه بالسقيا ونسك عنه في موضعه مِن حديث مالك وغيره عن يحيى بن سعيد ثم قال: "هذا أَبْيَنُ ما جاء في هذا الباب وأَصَحُّهُ، وفيه جواز الذبح في فدية الأذى بغير مكة". قال أبو عمر: الحجة في ذلك قول الله عزَّ وجلَّ: ﴿وَلَا تَحْلِقُوا رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ﴾، ثم قال: ﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ﴾، ولم يقل في موضعٍ دون موضع؛ فالظاهر: أنه حيثما فعل؛ أجزأ، وقد سَمَّى رسولُ الله صلى الله عليه وآله وسلم ما يُذبح في فدية الأذى نُسُكًا ولم يُسَمِّهِ هديًا، فلا يلزمنا أن نرده قياسًا على الهدي، ولا أن نعتبره بالهدي مع ما جاء في ذلك عن عليِّ رضي الله عنه، ومع استعمال ظاهر الحديث في ذلك، والله أعلم]

تفسير القرطبي ج ٢ ص ٣٨٥-٣٨٦
[وأيضًا: فإن النبي صلى الله عليه وآله وسلم لَمَّا أمر كعبًا رضي الله عنه بالفدية ما كان في الحرم؛ فصَحَّ أنَّ ذلك كلَّه يكون خارج الحرم]

الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي ٢٣٢٩/٣
زمان الفدية ومكانها:
قال الحنفية (1): النسك: أي ذبح الشاة أو البدنة يختص بالحرم بالاتفاق؛ لأن الإراقة لم تعرف قربة إلا في زمان أو مكان، وهذا لم يختص بزمان، فتعين اختصاصه بالمكان.
وأما الصوم: فيجزئ في أي موضع شاء؛ لأنه عبادة في كل مكان، ولا يشترط تتابع الأيام. وكذا الصدقة تصح في أي مكان شاء.
قال المالكية
وقال المالكية (2): الفدية: وهي كفارة ما يفعله المحرم من الممنوعات إلا الصيد والوطء، لا تختص بأنواعها الثلاثة (الصيام والصدقة والنسك) بمكان أو زمان، فيجوز تأخيرها لبلده أو غيره في أي وقت شاء. أما الهدي الواجب جزاء للصيد أو الوطء فمحله منى أو مكة، فإن وقف بالهدي بعرفة بجزء من الليل ذبحه بمنى، وإلا فبمكة.

قال الشافعية
وقال الشافعية (1): الدم الواجب بفعل حرام كالحلق لعذر أو ترك واجب عليه غير ركن كدم الجبرانات ودم التمتع والقرآن والحلق: لايختص بزمان، ويختص ذبحه بالحرم في الأظهر، ويجب صرف لحمه إلى مساكين الحرم وفقرائه: القاطنين منهم والغرباء، فكل الدماء الواجبة وبدلها من الطعام تختص تفرقتها بالحرم على مساكينه، وكذا يختص به الذبح، إلا دم المحصر، فيذبح حيث أحصر. ودم الفوات يجزئ قبل دخول وقت الإحرام بالقضاء، كالتمتع إذا فرغ من عمرته، فإنه يجوز له أن يذبح قبل الإحرام بالحج على المعتمد.
قال الحنابلة
وقال الحنابلة (2): ما وجب لترك واجب، أو بفعل محظور من هدي أو إطعام يكون في الحرم. ويلزم ذبح هدي التمتع والقران والمنذور بالحرم، ويفرق لحمه على مساكينه.
والأفضل نحر ما وجب بحج بمنى، وما وجب بعمرة بالمروة، ومن عجز عن إيصال المذبوح للحرم حتى بوكيله، ينحره حيث قدر، ويفرقه بمنحره. وتجزئ فدية أذى في الرأس، ولبس المخيط، وتغطية الرأس، والطيب، وفدية فعل المحظور غير الصيد: خارج الحرم، ولو بلا عذر. ويدخل وقت ذبح الفدية من حين فعل الجناية، وقبله بعد وجود سببه المبيح ككفارة يمين، ويكون جزاء الصيد بعد جرحه، وفدية ترك الواجب عند تركه. ويجزئ دم الإحصار حيث أحصر. ويصح الصوم في كل مكان.
______________
(1) الدر المختار: 288/ 2، اللباب: 201/ 1.
(2) الشرح الصغير: 93/ 2، القوانين الفقهية: ص 138 ومابعدها
(1) مغني المحتاج: 530/ 1 - 532.
(2) غاية المنتهى:388/ 1 ومابعدها

المجموع شرح المهذب ٤٩٩/٧
* (وَأَمَّا) الْمَكَانُ فَالدِّمَاءُ الْوَاجِبَةُ عَلَى الْمُحْرِمِ ضَرْبَانِ وَاجِبٌ عَلَى الْمُحْصَرِ بِالْإِحْصَارِ أَوْ بِفِعْلِ مَحْظُورٍ وَسَيَأْتِي بَيَانُهُ قَرِيبًا فِي فَصْلِ الدِّمَاءِ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى (وَالضَّرْبُ الثَّانِي) وَاجِبٌ عَلَى غَيْرِ الْمُحْصَرِ فَيَخْتَصُّ بِالْحَرَمِ وَيَجِبُ تَفْرِيقُهُ عَلَى مَسَاكِينِ الْحَرَمِ سَوَاءٌ الْغُرَبَاءُ الطَّارِئُونَ وَالْمُسْتَوْطِنُونَ لَكِنَّ الصَّرْفَ إلَى الْمُسْتَوْطِنِينَ أَفْضَلُ وَلَهُ أَنْ يَخُصَّ بِهِ أَحَدَ الصِّنْفَيْنِ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقُوا عَلَيْهِ وَفِي اخْتِصَاصِ ذَبْحِهِ بِالْحَرَمِ خِلَافٌ حَكَاهُ الْمُصَنِّفُ وَآخَرُونَ وَجْهَيْنِ وَحَكَاهُ آخَرُونَ قَوْلَيْنِ (أَصَحُّهُمَا) يَخْتَصُّ فَلَوْ ذَبَحَهُ فِي طَرَفِ الْحِلِّ وَنَقَلَهُ فِي الْحَالِ طَرِيًّا إلَى الْحَرَمِ لَمْ يُجْزِئْهُ (والثاني) لَا يَخْتَصُّ فَيَجُوزُ ذَبْحُهُ خَارِجَ الْحَرَمِ بِشَرْطِ أَنْ يَنْقُلَهُ وَيُفَرِّقَهُ فِي الْحَرَمِ قَبْلَ تَغْيِيرِ اللَّحْمِ وَسَوَاءٌ فِي هَذَا كُلِّهِ دَمُ التَّمَتُّعِ وَالْقِرَانِ وَسَائِرِ مَا يَجِبُ بِسَبَبٍ فِي الْحِلِّ أَوْ الْحَرَمِ أَوْ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ كَالْحَلْقِ لِلْأَذَى أَوْ بِسَبَبٍ مُحَرَّمٍ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ وَفِي القديم قول ان ما أنشي سَبَبُهُ فِي الْحِلِّ يَجُوزُ ذَبْحُهُ وَتَفْرِقَتُهُ فِي الْحِلِّ قِيَاسًا عَلَى دَمِ الْإِحْصَارِ
* وَمِمَّنْ حَكَى هَذَا الْقَوْلَ (1) وَفِي وَجْهٍ ضَعِيفٌ أَنَّ مَا وَجَبَ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ لَا يَخْتَصُّ ذَبْحُهُ وَتَفْرِقَتُهُ بِالْحَرَمِ وَفِيهِ وَجْهٌ أَنَّهُ لَوْ حَلَقَ قَبْلَ وصوله الحرم وذبح وفرق حيث جَازَ وَكُلُّ هَذَا شَاذٌّ ضَعِيفٌ وَالْمَذْهَبُ مَا سَبَقَ
* قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَيَجُوزُ الذَّبْحُ فِي جَمِيعِ بِقَاعِ الْحَرَمِ قَرِيبِهَا وَبِعِيدِهَا لَكِنَّ الْأَفْضَلَ فِي حَقِّ الْحَاجِّ الذَّبْحُ بِمِنًى وَفِي حَقِّ الْمُعْتَمِرِ الْمَرْوَةُ لِأَنَّهُمَا مَحِلُّ تَحَلُّلِهِمَا
* وَكَذَا حُكْمُ ما يسوقانه من الهدى

كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار 
قَالَ
(وَلَا يُجزئهُ الْهَدْي وَلَا الْإِطْعَام إِلَّا فِي الْحرم وَيجزئهُ أَن يَصُوم حَيْثُ شَاءَ)
اعْلَم أَن الْهَدْي قد يكون عَن إحصار وَقد يكون عَن غَيره فَإِن كَانَ عَن إحصار فَلَا يشْتَرط بعث الدَّم الْوَاجِب بِسَبَبِهِ إِلَى الْحرم بل يذبحه حَيْثُ أحْصر لِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام ذبح بِالْحُدَيْبِية وَهُوَ من الْحل وَمَا سَاقه من الْهَدْي حكمه حكم دم الاحصار وَأما الدَّم الْوَاجِب بِفعل حرَام أَو ترك وَاجِب فَيخْتَص ذبحه بِالْحرم فِي الْأَظْهر لقَوْله تَعَالَى {هَدْياً بَالِغَ الْكَعْبَةِ} وَيجب صرف لَحْمه إِلَى مَسَاكِين الْحرم لِأَن الْمَقْصُود اللَّحْم إِذا لاحظ لَهُم فِي إِرَاقَة الدَّم وَلَا فرق فِي الْمَسَاكِين بَين المقيمين والطارئين نعم الصّرْف إِلَى المتوطنين أفضل فَلَو ذبح فِي الْحرم وسرق اللَّحْم سقط حكم الذّبْح وَبَقِي اللَّحْم فإمَّا أَن يذبح شَاة ثَانِيًا وَإِمَّا أَن يَشْتَرِي اللَّحْم وَلَو كَانَ يتَصَدَّق بالاطعام بَدَلا عَن الذّبْح وَجب تَخْصِيصه أَيْضا بمساكين الْحرم لِأَنَّهُ بدل اللَّحْم بِخِلَاف الصَّوْم فَإِنَّهُ يَأْتِي بِهِ حَيْثُ شَاءَ وَالْفرق أَنه لَا غَرَض للْمَسَاكِين فِي الصّيام فِي الْحرم بِخِلَاف الاطعام
وَأَقل مَا يَجْزِي أَن يدْفع الْوَاجِب إِلَى ثَلَاثَة من مَسَاكِين الْحرم إِن قدر فَإِن دفع إِلَى اثْنَيْنِ مَعَ الْقُدْرَة على ثَالِث ضمن وَفِي قدر الضَّمَان وَجْهَان قيل الثُّلُث وَقيل مَا يَقع عَلَيْهِ الإسم وَتلْزَمهُ النِّيَّة عِنْد التَّفْرِقَة فَإِن فرق الطَّعَام فَهَل يتَعَيَّن لكل مِسْكين مد الرَّاجِح أَنه لَا يتَعَيَّن بل يجوز الزِّيَادَة على مد وَالنَّقْص مِنْهُ وَالله أعلم
(تَنْبِيه) كثير من المتفقهة وغالب المتصوفة وَجل الْعَوام يَعْتَقِدُونَ أَن عَرَفَات يجوز الذّبْح بهَا فَيذبحُونَ دم الْحَيَوَانَات بهَا وَكَذَا دم الْمُتَمَتّع وَالْقُرْآن ثمَّ ينقلون اللَّحْم إِلَى الْحرم وَهَذَا الذّبْح غير جَائِز فَلَا يَجْزِي فَليعلم ذَلِك وَالله أعلم

حاشية إعانة الطالبين 
(ودم ترك مأمور) كإحرام من الميقات، ومبيت بمزدلفة ومنى، ورمي الاحجار، وطواف الوداع، كدم التمتع والقران.
(ذبح) أي ذبح شاة تجزئ أضحية في الحرم
(قوله: ودم ترك مأمور) أي سواء كان يفوت به الحج كالوقوف أو لا، كالواجبات.
وعبر أولا بالفدية، وهنا بالدم مع أن كلاهما يطلق على الحيوان وعلى غيره مما يقوم مقامه تفننا.
(قوله: كإحرام من الميقات إلخ) تمثيل للمأمور به.
(قوله: كدم التمتع والقران) الكاف للتنظير، أي
أن دم ترك المأمور به نظير دم التمتع والقران في كونه مرتبا مقدرا، وفيه أنه لم يسبق منه تعرض، لكون دم التمتع والقران مرتبا مقدرا، ولا غير ذلك.
فكان الأولى أن يقول: ودم تمتع وقران بإسقاط الكاف، فيكون معطوفا على دم ترك مأمور.
(قوله: ذبح) خبر عن دم، ويجري في ما مر.
(قوله: في الحرم) متعلق بذبح، والذبح في الحرم عام في كل الدماء، لا في خصوص هذا القسم كما يوهمه صنيعه حيث قيد به هنا وأطلق فيما سبق، وذلك لقوله تعالى: * (هديا بالغ الكعبة) * وخبر مسلم: نحرت ههنا، ومنى كلها منحر.
فلا يجزئ الذبح في غير الحرم.
وأفضل بقاع الحرم لذبح المعتمر: المروة.
ولذبح الحاج إفرادا أو تمتعا أو قرانا: منى.

حاشية الباجوري على ابن قاسم 
واعلم أن الهَدْي على قسمين: أحدهما ما كان عن إحصار، وهذا لا يجب بعثه إلى الحرم، بل ذبح في موضع الإحصار؛ والثاني الهدي الواجب بسبب ترك واجب أو فعل حرام، ويختص ذبحه بالحرم. وذكر المصنف هذا في قوله:
(ولا يجزئه الهدي ولا الإطعام إلا بالحرم). وأقل ما يجزئ أن يدفع الهدي إلى ثلاثة مساكين أو فقراء. (ويجزئه أن يصوم حيث شاء) من حرم أو غيره.
قوله (ويختص ذبحه بالحرم) وكذلك تختص تفرقة لحمه وجميع أجزائه بالحرم، فلا يجوز نقله إلى غيره وإن لم يجد فيه مسكينا ولا فقيرا. وأفضل بقعة من المحرم الذبح هذي المعتمر المروة لأنها موضع تحلله والذبح هدي الحاج منى لأنها موضع تحلله ولا فرق فى ذلك بين دهي الجبران وهدي النذر اوالنفل، فما ساقه المحرم من هدي النذر او النفل يختص بالذبح بالحرم والأفضل ذبحه بالمروة فى المعتمر وبمنى فى الحاج فهو مثله اختصاصا وأفضلية وإن خاله فى وقت الأضحية فدم الجبران لا يختص بوقت الأضحية ويختص به النذر والنفل. قوله (ولا يجزئه الهدي) أي ذبحه وتفرقة لحمه وجميع أجزائه. وقوله: ولا الإطعام أي التصدق بالطعام وتمليكه للمساكين والفقراء. وقوله: إلا بالحرم أي فيه وقوفه وأقل ما يجزئ أن يدفع الهدي أي بعد ذبحه فلا يكفى دفعه لهم حيا. -الى أن قال- قوله (ويجوز ان يصوم) أي ما وجب عليه عند التخيير أو العجز. وقوله: حيث شاء أ ي فى أي محل شاء وقد بينه الشارح بقوله من حرم أو غيره إذ لا منفعة لأهل الحرم فى صيامه، ويجب فيه تبييت النية ولا يجب فيه تعيي جهته من تمتع أو قران أو نحو ذلك خلافا لما نقله الخطيب عن القمولي.

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama