1991. MU'AMALAH : JUAL BELI BARANG RAMPASAN KORUPTOR, BARANG SITAAN DAN BARANG TERLARANG

Foto: Instagram


Pertanyaan:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته . 
Ahir2 ini di berbagai negara bahkan di indonesia sendiri banyak terjadi penyitaan brg terlarang,spt sabu2 dan semacamnya , yg di jual sembunyi2 wl sebagian ada yg di musnahkan..
jg ada dr aset hasil rampasan dr hasil korupsi .
Di mana barang yg dr aset rampasan tersebut di jual belikan dgn sistem di lelangkan, 
  
Deskripsi masalah

1- Bagaimana hukum menjual/membeli/menyimpan/memakai/menggunakan suatu barang dr hasil yg di larang/haram

2- Bagaimana pula juga hukumnya bagi orang yang tau tapi membiarkan hal itu???☝️

Kaso'on...🙏

والسلام...
[Fahrud Cell]

Jawaban:
Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh 

1. Diantara salah satu syarat jual beli barang yang akan diperjualbelikan adalah merupakan hak milik; hak milik disini mencakup hak kepemilikan penuh terhadap barang itu maupun hak milik dari segi perwalian dan Wakalah (perwakilan). Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan dari semacam barang rampasan korupsi, Sitaan dan lain sebagainya bila yang menjualnya ada hak milik darinya karena memang barang itu merupakan haknya maka jual belinya sah dan setelah sah jual beli maka bisa dikoleksi dirumah. Ini jika barang tersebut juga memenuhi syarat jual beli seperti suci (bukan najis) bermanfaat dan lain sebagainya yang disebutkan Ulama dalam kitab mereka. Berangkat dari keterangan tersebut bila yang menjual adalah mereka yang memiliki barang tersebut atau pemerintah yang merampas harta pejabat yang melakukan korupsi maka harta dari hasil korupsi itu dikembalikan kepada negara dan karena dikembalikan kepada negara maka pemerintah menguasai harta itu Yakni hak kepemilikan maka sah pula diperjualbelikan. Demikian pula harta yang diperoleh dari sitaan yang berhak menyita dengan memenuhi ketentuan menyita barang , karena menyita barang merupakan salah satu cara mendapatkan haknya maka setelahnya yang melakukan memiliki hak atas pengelolaan barang tersebut. Ketika seseorang menjual sesuatu barang yang bukan ia miliki atau tidak pula ada hak perwalian atas barang itu maupun Wakalah yakni menjual hak orang lain maka menurut Qaul Jadid Imam Syafi'i dan termasuk Qaul Al Adzhar jual beli tersebut batal alias tidak sah. Ini artinya pembeli tidak memiliki hak kepemilikan karena jual belinya tidak sah dan tentunya barang itu bukan miliknya dan harus dikembalikan kepada pemiliknya dan dari hal itu tidak boleh mengoleksi barang tersebut. Sedangkan menurut Qaul Qadim imam Syafi'i dan juga Qaul Yang Manshush pada Qaul Jadid juga maka jual beli termasuk Mauquf; dalam arti bila pemiliknya membolehkan pelaksanaan menjual barang itu maka sah dan jika tidak maka tidak sah.

Adapun status jual beli barang terlarang semisal barang yang diharamkan dikonsumsi atau digunakan seperti jual beli narkoba, Sabu-sabu dan lain sebagainya tidak sah dan haram sesuai Qaidah "SESUATU YANG HARAM DIKONSUMSI HARAM PULA MENERIMA HASIL PENJUALANNYA" dan Qaidah yang semisal itu. Yang intinya adalah sesuatu yang diharamkan dikonsumsi haram pula diperjualbelikan dan sesuatu yang haram digunakan haram pula diperjualbelikan.

2. Jika perbuatan jual beli sebagaimana dimaksud termasuk jual beli yang tidak sah maka itu namanya kemungkaran dan mencegah kemungkaran itu wajib dan membiarkannya termasuk perbuatan dosa dan diharamkan karena termasuk Amar Makruf nahi mungkar. Sebab Amar Makruf nahi mungkar wajib secara kolektif (fardhu kifayah) karenanya bila semua orang di negeri itu membiarkan kemungkaran dan tidak ada yang mencegahnya maka semuanya berdosa.

Wallahu A'lam 

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Ibarat :

كفاية الأخيار في حلّ غاية الإختصار الجـــــــــزء الأول صـــــــــ ١٩٧
وَأما الشَّرْط الثَّالِث وَهُوَ أَن يكون الْمَبِيع مَمْلُوكا لمن يَقع عَلَيْهِ العقد لَهُ فَإِن بَاشر العقد لنَفسِهِ فَلْيَكُن لَهُ وَإِن بَاشرهُ لغيره إِمَّا بِولَايَة أَو بوكالة فَلْيَكُن لذَلِك الْغَيْر فَلَو بَاعَ مَال غَيره بِلَا ولَايَة وَلَا وكَالَة فالجديد الْأَظْهر بطلَان البيه لقَوْله عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام (لَا طَلَاق إِلَّا فِيمَا يملك وَلَا عتاق إِلَّا فِيمَا يملك وَلَا بيع إِلَّا فِيمَا يملك وَلَا وَفَاء بِنذر إِلَّا فِيمَا يملك) وَالْقَدِيم أَنه مَوْقُوف إِن جَازَ مَالِكه نفذ وَإِلَّا فَلَا وَهَذَا مَنْصُوص عَلَيْهِ فِي الْجَدِيد أَيْضا وَاحْتج لَهُ بِحَدِيث عُرْوَة فَإِنَّهُ قَالَ (دفع إِلَيّ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم دِينَارا لأشتري لَهُ شَاة فاشتريت لَهُ شَاتين فَبِعْت إِحْدَاهمَا بِدِينَار وَجئْت بِالشَّاة وَالدِّينَار إِلَى رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَذكرت لَهُ مَا كَانَ من أَمْرِي فَقَالَ بَارك الله لَك فِي صَفْقَة يَمِينك) قَالَ النَّوَوِيّ وَهُوَ قوي وَذكره الْمحَامِلِي والشاشي والعمراني وَنَصّ عَلَيْهِ فِي الْبُوَيْطِيّ وَالله أعلم قلت وَنَصّ عَلَيْهِ فِي الْأُم فِي بَاب الْغَضَب وَالله أعلم

روضة الطالبين وعمدة المفتين الجـــــــــزء العاشر صـــــــــ ٢١٨-٢١٩
قُلْتُ: الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ فَرْضُ كِفَايَةٍ بِإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ، وَهُوَ مِنْ أَعْظَمِ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ، وَلَا يَسْقُطُ عَنِ الْمُكَلَّفِ لِكَوْنِهِ يَظُنُّ أَنَّهُ لَا يُفِيدُ، أَوْ يَعْلَمُ بِالْعَادَةِ أَنَّهُ لَا يُؤَثِّرُ كَلَامُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ الْأَمْرُ وَالنَّهْيُ، فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ، وَلَيْسَ الْوَاجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ، بَلْ وَاجِبُهُ أَنْ يَقُولَ كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: (مَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ)

القواعد الفقهية وتطبيقاتها في المذاهب الأربعة الجـــــــــزء الأول صـــــــــ ٦٣٢
القاعدة: [138] ما حرم لذاته حرم ثمنه
القاعدة: [138]

ما حرم لذاته حرم ثمنه

التوضيح

إن الله تعالى حرَّم على المسلم أن يملك بعض الأشياء لذاتها، فيحرم عليه أن يملك ثمنها، وتشبه قاعدة المالكية الثانية "ما حرم في نفسه حرم عوضه" وقاعدة المالكية الثالثة "ما حرم نفعاً، فأولى أن يحرم عوضاً". وهذه القاعدة متفرعة عن قاعدة "ما حرم للاستعمال حرم للاتخاذ". وأصل هذه القاعدة قوله - صلى الله عليه وسلم -: "إن الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام " فقيل: يا رسول الله، أرأيت شحوم الميتة، فإنه يطلى بها السفن، ويدهن بها الجلود، ويستصبح (يستضيء) بها الناس؟ فقال: "لا، هو حرام " ثم قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - عند ذلك: "قاتل الله اليهود، إن الله عز وجل لما حرم عليهم شحومها أجملوه اي أذابوه حتى يصير ودكاً) ثم باعوه فأكلوا ثمنه ". والضمير في قوله - صلى الله عليه وسلم -: "هو حرام " يحتمل أن يكون عائداً على الانتفاع. ويحتمل أن يكون عائداً على البيع، فعلى الاحتمال الأول يكون الانتفاع بشحوم الميتة وما هو في حكمها حراماً. وعلى هذا جمهور الفقهاء، وإذا كان الانتفاع بذلك حراماً.

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama