0383. HUBUNGAN INTIM SETELAH BERHENTI HAID NAMUN BELUM MANDI

ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·16 NOVEMBER 2016

PERTANYAAN   
> M Cahaya Muda
mau nanya . . . .kalo seorang istri udah selesai haid , terus belum mandi . . . .boleh melakukan jima' nggak . . . ? Tolong jawabanya ya plus dalilnya lok bisa . . . . 

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi 

Menurut Mayoritas Ulama yang terdiri dari 3 Madzhab (Malikiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah) menggauli istri yang sudah berhenti haid namun belum mandi hukumnya HARAM. Akan tetapi Imam As-Suyuthi membolehkan. sedang Abu Hanafi dari Hanafiyyah berpendapat “Bila darah telah terputus pada masa lebih banyak ketimbang masa haidnya boleh menggaulinya namun bila kurang masanya dari masa haidnya maka tidak boleh hingga ia menjalani mandi. Bahkan menurut keterangan Dalam Al-Majmu' mengggauli istri yang sudah berhenti haid namun belum mandi ia wajib bersedekah setengah dinar. Memang masalah ini adalah masalah Khilafiyyah, dalam kitab Al-Jamii' Li Ahkam ada dua pendapat dalam masalah ini ada yang membolehkan ada yang tidak. Namun, dalam kitab tersebut Imam Al-Qurthuby memilih pendapat yang menyatakan HARAM “Bila terjadi pertentangan dalam satu masalah antara hukum haram dan halal ‘Dimenangkan hukum haram’.

وتستمر حرمة الوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة عند المالكية والشافعية حتى تغتسل، أي تطهر بالماء لا بالتيمم، إلا في حال فقد الماء أوالعجز عن استعماله، فيباح الوطء بالتيمم. واستدلوا بقوله تعالى: {فاعتزلوا النساء في المحيض، ولا تقربوهن حتى يطهرن، فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله} [البقرة:222/2] فالله تعالى شرط لحل الوطء شرطين: انقطاع الدم، والغسل، الأول من قوله تعالى: {حتى يطهرن} [البقرة:222/2] أي ينقطع دمهن، والثاني: من قوله عز وجل: {فإذا تطهرْن} أي اغتسلن بالماء {فأتوهن} [البقرة:222/2] فتصير إباحة وطئها موقوفة على الغسل. وهذا هو رأي الحنابلة أيضاً في حرمة الوطء (الجماع).

Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat “Dan keharaman menyetubuhi dan mencumbui anggauta tubuh antara pusat dan lutut istri terus berlangsung hingga ia menjalani mandi bukan menjalani tayammum terkecuali saat tidak ada air atau tidak dapat menggunakan air karena suatu sebab yang memperbolehkan baginya tayammum maka boleh menyetubuhinya dengan menjalani tayammum,berdasarkan firman Allah :
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci” (QS. 2.222)
Dalam ayat diatas Allah menghalalkan kehalalan menyenggamai istri dengan dua syarat :
• Terputusnya darah haid
• MandiDengan demikian kebolehan menggaulinya ditangguhkan hingga istri melaksanakan mandi.
Al-Fiqh al-Islaam I/553

وإذا تعارض ما يقتضي الحظر وما يقتضي الإباحة ويغلب باعثاهما غلب باعث الحظر ، كما قال علي وعثمان في الجمع بين الأختين بملك اليمين ، أحلتهما آية وحرمتهما أخرى ، والتحريم أولى. والله أعلم.

Bila terjadi perselisihan antara hukum melarang dan hukum membolehkan dan pendorong keduanya ghalib maka dimenangkan pendorong hukum pelarangan seperti yang dikatakan Sayyidina Ali dan Utsman ra saat memeutuskan masalah mengumpulkan dua saudara wanita dengan penguasaan tangan kanan (keduanya menjadi sahaya), satu ayat menghalalkannya diayat lain melarangnya maka mengambil keputusan haram lebih baik.
Al-Jammi’Li Ahkaam al-Quraan III/90

وأكثر أهل العلم على التحريم ما لم تغتسل أو تتيمم عند عدم الماء، لأن الله تعالى علق جواز وطئها بشرطين: 36/أ بانقطاع الدم والغسل، فقال { حتى يطهرن } يعني من الحيض { فإذا تطهرن } يعني اغتسلن { فأتوهن } ومن قرأ يطهرن بالتشديد فالمراد من ذلك: الغسل كقوله تعالى "وإن كنتم جنبا فاطهروا"( 6-المائدة ) أي فاغتسلوا فدل على أن قبل الغسل لا يحل الوطء.

Mayoritas dan kebanyakan Ahl Ilmu menghukumi haram menggauli istri saat terputus darah haidnya sebelum ia menunaikan mandi atau tayammum saat tidak terdapatnya air, karena Allah ta’ala menggantungkan kelegalan menggauli istri yang haid dengan dua syarat “Berhenti darahnya dan mandi” Allah menyatakannya dengan “Hingga mereka suci” artinya putus dari haid dan “apabila mereka telah bersuci” artinya bersuci adalah mandi maka bila telah terpenuhi dua syarat tersebut datangilah mereka.Bagi orang yang membaca ayat ‘HATTAA YATHHURN’ dengan mentasydid nunnya ‘HATTAA YATHHURONNA’ arti suci adalah mandi sebagaimana firman Allah lainnya ‘Bila kalian janabat maka bersucilah’, dengan demikian sebelum dilaksanakannya mandi tidak dihalalkan menggaulinya.
Tafsiir al-Baghowy I/259

مسألة : قال : فان انقطع دمها فلا توطأ حتى تغتسل وجملته أن وطء الحائض قبل الغسل حرام وان انقطع دمها في قول أكثر أهل العلم قال ابن المنذر : هذا كالإجماع منهم وقال أحمد بن محمد المروذي : لا أعلم في هذا خلافا وقال أبو حنيفة : أن انقطع الدم لأكثر من الحيض حل وطؤها وان انقطع لدون ذلك لم يبح حتى تغتسل أو تتيمم أو يمضي عليها وقت صلاة لأن وجوب الغسل لا يمنع من الوطء بالجنابة ولنا قول الله تعالى : { ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فاتوهن من حيث أمركم الله } يعني إذا اغتسل هكذا فسره ابن عباس ولأن الله تعالى قال في الآية : { ويحب المتطهرين } فأثنى عليهم فيدل على أنه فعل منهم أثنى عليهم به وفعلهم هو الاغتسال دون انقطاع الدم فشرط لأباحة الوطء شرطين انقطاع الدم والاغتسال فلا يباح إلا بهما

MASALAH
“Saat darah haidnya telah berhenti maka haram menggaulinya hingga ia menjalani mandi”Sesungguhnya menggauli istri yang haid sebelum ia mandi adalah haram meskipun darahnya telah berhenti, ini pendapat mayoritas Ahl Ilmu.Ibn al-Mundzir berkata “Masalah ini seperti terjadi kesepakan dari kalangan ulama”Ahmad Bin Muhammad al-marwadzi berkata “Aku tidak melihat dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat”
Sedang Abu Hanifah (Hanafiyyah) berkata “Bila darah telah terputus pada masa lebih banyak ketimbang masa haidnya boleh menggaulinya namun bila kurang masanya dari masa haidnya maka tidak boleh hingga ia menjalani mandi atau tayammum atau telah berlalu waktu shalat karena waktu kewajiban mandi tidak terhalang dari persetubuhan sebab janabat.
Allah berfirman :“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu” (QS. 2:222)
Artinya bersuci adalah saat mereka telah mandi, demikian penafsiran Ibn Abbas ra.
Dan karena Allah berfiraman :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. 2:222).
Lihatlah dalam ayat ini Allah memuji mereka, pujian Allah berarti atas perbuatan yang telah mereka kerjakan yakni mandi bukan atas perbuatan yang mereka tidak kkerjakan yakni terputusnya darah haid (karena yang demikian bersifat alami).
Dengan demikian diperbolehkannya menggauli istri yang haid bila telah terpenuhi dua syarat “Berhenti haidnya dan telah mandi” dan tidak diperbolehkan tanpa keduanya.
Al-Mugni I/387

وقال في فتح المعين أعلى الصفحة من اعانة الطالبين 1/85 ما نصه ويحرم به (أي بالحيض) ما يحرم بالجنابة ... واذا انقطع دمها حل لها قبل الغسل صوم لا وطء حلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوطي رحمه الله وقال في اعانة الطالبين 1/85 قوله (خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوطي) أي من حل الوطء أيضا بالانقطاع اهـ

Dalam kitab fathul muin dijelaskan: Dan haram sebab haid semua yang diharamkan sebab junub.... dan ketika darahnya sudah bersih maka halal baginya sebelum mandi untuk berpuasa tidak halal jima. Haramnya jima ini berbeda dengan pendapat imam Jalaluddin As-Suyuthi.
I'aanah at-Thaalibiin I/85

وإذا طهرت من الحيض وتم الإستبراء بقي تحريم الوطء حتى تغتسل ويحل الإستمتاع قبل الغسل على الصحيح.

Dan bila ia telah suci dari haidnya, sempurna istibra’nya maka masih tetap hukum keharaman menggaulinya hingga ia melaksanakan mandi. Dan halal mencumbuinya (bukan setubuh, sekedar frenc kiss misalnya) sebelum ia mandi menurut pendapat yang shahih.
Raudhah at-Thoolibiin III/263

( فَائِدَةٌ ) الْوَطْءُ قَبْلَ الْغُسْلِ فِي الْحَيْضِ أَوْ بَعْدَهُ يُورِثُ الْجُذَامَ فِي الْوَلَدِ كَمَا قِيلَ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

FAEDAH,
menyetubuhi istri sebelum ia mandi saat haid atau setelah usai haid menyebabkan penyakit lepra pada anak seperti dikatakan oleh sebuah pendapat,
Wallaahu A’lam
Hasyiyah al-Qalyubi II/52

... فَعَلى قَول الجُمْهُورِ: لَو وَطِئَ بَعْدَ الإِنْقِطَاعِ وَقَبْلَ الإِغْتِسَالِ لَزِمَهُ نِصفُ دِنَارٍ

Maka menurut mayoritas ulama; kalau seseorang mengumpuli isteri setelah usainya masa haid tetapi belum mandi maka dia wajib sedekah setengah dinar.
Al-Majmuu' ala Syarh al-Muhadzdzab II/375

Wallahu A'lamu Bis Showaab 

Link Asal>>

Komentari

Lebih baru Lebih lama