1660. TOBAT DARI DOSA YANG BERULANG-ULANG

Sumber gambar: Muslim.or.id



Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Afwan ana ingin bertanya
Bagaimana ketika seseorang sudah benar² bertaubat/menyesali perbuatan nya, namun suatu ketika ia kalah lagi dengan hawa nafsunya (bermaksiat kembali). Tetapi setelahnya ia menyesal lalu kembali bertaubat, bagaimana menurut syar'iat Islam? 
Syukron🙏🏼
[•]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Dalam Shahih Bukhari tersebut hadits:

إِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا - وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا - فَقَالَ: رَبِّ أَذْنَبْتُ - وَرُبَّمَا قَالَ: أَصَبْتُ - فَاغْفِرْ لِي، فَقَالَ رَبُّهُ: أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا، أَوْ أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَقَالَ: رَبِّ أَذْنَبْتُ - أَوْ أَصَبْتُ - آخَرَ، فَاغْفِرْهُ؟ فَقَالَ: أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا، وَرُبَّمَا قَالَ: أَصَابَ ذَنْبًا، قَالَ: قَالَ: رَبِّ أَصَبْتُ - أَوْ قَالَ أَذْنَبْتُ - آخَرَ، فَاغْفِرْهُ لِي، فَقَالَ: أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثَلاَثًا، فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ "
"Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa –atau beliau bersabda: berbuat dosa- lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah melakukan (dosa) maka ampunilah aku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku.” Lalu berhentilah ia (dari melakukan dosa hingga waktu yang) dikehendaki oleh Allah SubhanahuwaTa'ala. Kemudian ia melakukan dosa, atau berbuat dosa, (lagi) lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah berbuat atau melakukan (dosa) yang lain maka ampunilah dosaku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku tiga kali, maka silahkan ia melakukan apa yang dikehendakinya".
(Shahih Bukhari, Kitab Tauhid, bab Firman Allah 'Surat Al Fath ayat 15', hadits nomor 7507, Juz 9 halaman 145, Al Maktabah As Syamilah Apk, cetakan asli: Daar Thuuq an Najaah)

Hadits tersebut menunjukkan seorang hamba Allah yang melakukan dosa lalu bertobat dan mengulangi lagi dosa dan seterusnya intinya tobat dari dosa yang berulang-ulang maka Allah Maha Pengampun asal bertobat. Hadits tersebut menunjukkan pula bahwa bukan berarti seseorang diperkenankan menunda bertobat dari dosa atau meremehkan suatu dosa, tetapi hal itu bisa terjadi pada diri seseorang. Kalaupun itu terjadi pada seseorang ia tetap harus bertobat dan jangan berhenti bertobat.

Berkenaan dengan hadits tersebut Imam Qurthubiy mengungkapkan bahwa Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu ia berarti melanggar taubatnya. Tapi kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Allah Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Allah. Senada dengan Imam Qurthubiy, Imam Nawawi turut memberikan komentar, menurut beliau hadits tersebut menunjukkan perbuatan dosa yang dilakukan berulang-ulang hingga 100x bahkan 1000x atau lebih lalu ia bertobat setiap sekali melakukan dosa maka tobatnya diterima atau bertobat dari semua dosa dilakukan dengan sekali sah tobatnya.

Oleh karena itu, kalau kita melakukan dosa jangan kita berhenti bertobat, teruslah bertobat, dan berjanji tidak mengulangi, kalaupun kita tidak mampu hingga mengulangi lagi dosa teruslah bertobat karena Allah Maha Pengampun asal mau bertobat, tapi jangan pula meremehkan dosa yakni mempermainkan tobat karena ini tidak baik.

Wallahu A'lam

Ibarot :

فتح الباري لابن حجر ٤٧٢/١٣
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ وَفَائِدَةُ هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ الْعَوْدَ إِلَى الذَّنْبِ وَإِنْ كَانَ أَقْبَحَ مِنَ ابْتِدَائِهِ لِأَنَّهُ انْضَافَ إِلَى مُلَابَسَةِ الذَّنْبِ نَقْضُ التَّوْبَةِ لَكِنَّ الْعَوْدَ إِلَى التَّوْبَةِ أَحْسَنُ مِنَ ابْتِدَائِهَا لِأَنَّهُ ان ضاف إِلَيْهَا مُلَازَمَةُ الطَّلَبِ مِنَ الْكَرِيمِ وَالْإِلْحَاحُ فِي سُؤَاله وَالِاعْتِرَافُ بِأَنَّهُ لَا غَافِرَ لِلذَّنْبِ سِوَاهُ قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْحَدِيثِ إِنَّ الذُّنُوبَ وَلَوْ تَكَرَّرَتْ مِائَةَ مَرَّةٍ بَلْ أَلْفًا وَأَكْثَرَ وَتَابَ فِي كُلِّ مَرَّةٍ قُبِلَتْ تَوْبَتُهُ أَوْ تَابَ عَنِ الْجَمِيعِ تَوْبَةً وَاحِدَةً صَحَّتْ تَوْبَتُهُ

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama